Pernyataan yang serupa dengan yang disampaikan oleh Hendropriyono juga diungkapkan oleh Ma'ruf Amin dalam salah satu kesempatan berkunjung ke sebuah pondok pesantren di Yogyakarta. Cawapres Jokowi itu mengajak ribuan santri yang hadir saat itu untuk melawan khilafah dan hoaks.
Isu khilafah memang dihembuskan begitu kuat untuk mengubah preferensi pilihan politik masyarakat. Hal ini juga sekaligus menimbulkan ketakutan di kelompok-kelompok minoritas, selain juga tentang isu kekacauan yang akan terjadi di hari pencoblosan -- hal yang membuat banyak orang mewacanakan untuk pergi berlibur ketimbang mencoblos.
Isu khilafah ini memang secara spesifik membuat kelompok-kelompok tersebut enggan memilih Prabowo dan Sandiaga Uno. Kaum non-muslim cukup khawatir dengan isu seperti khilafah yang kerap diidentikkan dengan kubu pasangan calon nomor urut 02 itu.
Mereka umumnya khawatir jika Prabowo-Sandi memenangkan kontestasi, maka Indonesia akan dibawa menuju khilafah -- sebutan untuk pemerintahan yang kekuasaannya tidak terbatas dan didasarkan atas hukum Islam. Hal tersebut juga berkaitan dengan penghormatan dan penghargaan terhadap perbedaan keyakinan yang menurut mereka akan terancam.
Konteks ketakutan itu beralasan, mengingat beberapa kelompok Islam garis keras seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama telah menjadi bagian dari kelompok-kelompok pendukung Prabowo.
Tokoh-tokoh yang vokal seperti Habib Rizieq Shihab yang telah menyatakan mendukung Prabowo, juga beberapa kali terlihat menggaungkan gagasan "ayat suci di atas konstitusi" dalam pidato-pidato politiknya -- seperti yang terjadi saat Reuni Aksi 212.
Hal tersebut secara tidak langsung mengindikasikan keinginan untuk mengganti konstitusi dan mengarah pada perubahan besar-besaran dalam sistem bernegara Indonesia.
Selain itu, gagasan "eksklusi Pancasila" yang disampaikan Rizieq juga membuat ketakutan kelompok minoritas semakin besar terhadap kubu Prabowo.
Hal ini belum ditambah dengan kelompok pendukung khilafah seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dituduh ikut andil membesarkan gerakan #2019GantiPresiden. Gerakan itu kemudian berubah menjadi gerakan pemenangan Prabowo.
Konteks tersebut memang membuat isu khilafah dan tudingan-tudingan serupa menjadi mudah digunakan sebagai alat propaganda untuk mendelegitimasi posisi politik Prabowo.
Sementara, ketakutan terhadap Prabowo juga masih dibumbui dengan rekam jejaknya yang dituduh bertanggung jawab terhadap kerusuhan di tahun 1998. Konteks ini tentu saja berhubungan dengan kelompok minoritas -- misalnya etnis Tionghoa -- yang masih mengalami trauma terhadap aksi-aksi kekerasan di akhir era Orde Baru itu.