Dalam hubungan yang ideal antar saudara kandung, J. Dunn dalam Handbook of Socializationmenggambarkan bahwa keberadaan saudara kandung merupakan titik sentral bagi seorang individu menemukan pertemanan (companions), orang kepercayaan (confidants), sekaligus panutan.
Tetapi, penggambaran ideal tersebut juga menemui kendala dan dinamika sehingga  melahirkan bentuk sibling rivalry. Uniknya, Department of Health dari Government of South Australia menyebut, salah satu pencetus ketidakharmonisan hubungan antar saudara kandung adalah jangka usia yang tak berbeda jauh. Elemen ini diikuti oleh perubahan kebutuhan, tingkat kecemasan, hingga peranan orangtua.
Lebih jauh lagi, Department of Health dari Government of South Australia menjelaskan jika saudara kandung yang mempunyai usia hampir sama akan lebih cenderung berkelahi dan berkompetisi lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang mempunyai jeda umur lebih jauh. Jika merasa diperlakukan tidak adil oleh orang tua, mereka akan langsung bersikap agresif terhadap saudara mereka.
Bila menakar hubungan antara Megawati, Rachmawati, dan Sukmawati, faktor usia bisa dimasukan sebagai salah satu penyebab ketidakharmonisan yang terjadi. Tentu saja bila ini diukur melalui kacamata Government of South Australia.Â
Perbedaan usia Megawati dengan Rachmawati hanya berjarak 3 tahun saja. Megawati lahir di tahun 1947 (71 tahun), Rachmawati lahir di tahun 1950 (67 tahun), dan Sukmawati lahir di tahun 1951 (66 tahun).
Namun bila menelusuri lebih mendalam, hubungan ketiganya saat ini juga tak bisa dilepaskan dari peranan orangtua. Selain elemen yang diteliti oleh Government of South Australia, sibling rivalry juga disponsori oleh kecenderungan orangtua yang cenderung masih mengunggulkan anak sulung mereka.Â
Hal ini dijelaskan dalam Journal of Family Psychology pada tahun 2015. Mayoritas orangtua mengatakan bahwa anak sulung mereka lebih baik, terlepas dari kenyataan bahwa rata-rata, saudara yang lain melakukan hal yang sama.
Fatmawati meninggalkan empat anak lainnya, yakni Megawati, Rachmawati dan Guruh bersama Soekarno di istana. Dengan keadaan demikian, Megawati otomatis menjadi anak tertua di istana.
Menilik apa yang dituliskan Angus McIntyre dalam The Indonesian Presidency: The Shift from Personal toward Constitutional Rule, diceritakan bagaimana Soekarno kerap membawa Megawati bekerja dibandingkan dengan anak-anaknya yang lain. McIntyre juga mencatat bagaimana Soekarno kerap berbincang soal karir yang ingin dijajaki oleh Megawati.Â
Soekarno kerap berkata di hadapan koleganya jika Megawati adalah anak sejatinya karena cita-cita 'luhur' Megawati yang ingin menjadi ilmuwan pertanian. Tak hanya soal karir dan pendidikan, bahkan perhatian Soekarno kepada Megawati juga tercetak saat memilih calon suami.
Di sisi lain, McIntyre menangkap pula jika kehadiran Soekarno kepada tiga anak lainnya di istana tidak terlalu signifikan, karena kesibukannya sebagai abdi negara. Rachmawati, walau menjadi pemerhati ayahnya, perhatian kepada dirinya tak seintens yang didapatkan oleh Megawati. Saat memutuskan menikah pun, Soekarno tak meminta banyak syarat kepada calon suaminya untuk menikahi Rachmawati.