Mohon tunggu...
Chris Tokan
Chris Tokan Mohon Tunggu... profesional -

Bagi orang BERIMAN TEGUH & BERKEYAKINAN DASYAT, maka KEHIDUPAN menjadi PASTI dan ABADI !!!, walaupun ALLAH mengambil Roh-NYA dari dalam diri kita, akibat DOSA kita di DUNIA ini. ALLAH memisahkan ROH-NYA dengan JIWA-KITA yang tetap HIDUP ABADI, meninggalkan TUBUH kita yang sesungguhnya juga tetap ABADI !!!, namun UNTUK SEMENTARA kembali ke DEBU TANAH mengalami penantian AKHIR ZAMAN !!! Supaya JIWA kita tidak melayang-layang di saat ALLAH mengambil Roh-NYA; Maka YAKIN-lah bahwa KEHIDUPAN itu tetap PASTI dan ABADI, yang mendasari setiap PERBUATAN-KITA di Dunia, demi kemuliaan ALLAH***

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pancasila sebagai Dasar atau Pilar Negara?

20 Maret 2014   16:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:42 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Chris Boro Tokan

Syarat sebuah negara menjadi kuat, menurutAntonio Gramsci ada tiga komponen, yakni 1. militer, 2. polisi, 3.ideologi.Namun bagi Gramsci, apabila kekuatan ideolgi-nyaampuh, maka kekuatan militer dan polisi tidak sepenuhnya digunakanuntuk mempertahankan sebuah Negara. Ideologi membuat para warga, termasuk mereka yang dirugikan, tetap percaya bahwamereka diperlakukan secara adil, sehingga tidak merasakan dan bahkan menerima dengan senang hati setiap perlakuan politik pemerintahan yang membodohkan dan memiskinkan. Negara yang hanya secara relatif berhasilmenguasai rakyatnya melalui kekuatan militer, oleh Gramsci digelari sebagai negara hegemonic.Artinya dinamika kenegaraandidukung secara luas oleh lembaga-lembaga non pemerintahanseperti lembaga keluarga, keagamaan, pendidikan, media-pers (Bdk Perry Anderson, “TheAntinomics of Antonio Gramsci” dalamNew Left Review, November1976 –Januari 1977) .

KarakterBerbangsa dan Bernegara

Sebuah bangsa dalam bernegara dikatakan berideologi ampuh seperti ditandaskan oleh Gramsci,tidak lain sebuah negara yang berwatak,berkarakter.Dengan demikiannegara itu dapat menampilkan kemandirian dan kenetralan dalam menentukan sebagian besar kebijakannya. Mandiri dalam arti bahwa negara secara de facto menghasilkan setiap kebijakannya tidak tergantung dan terikatsama sekali terhadap tekanan dari luar dan atau kekuatan negara lain. Antara lain negara Indonesia secara de jure kelak terikat pernyataan kebersamaan perdagangangelobal tingkatAsia Tenggara (AFTA) di tahun 2015, namun itu sesungguhnya kebersamaan formal saja. Karena sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) Indonesia sangat memungkinkan untuk Indonesia tumbuh sebagai sebuah negara yang mandiri. Serentak Indonesia mempunyai ideologiPancasilayangmenegaskanwatakkemandirian dan kenetralan.Kemandirian SDM yang berideologi Pancasila dengan SDA yang berlimpah, sungguh menumbuhkankehidupan bernegaraberwatak netral. Kenetralan dalam kehidupan gelobal bernegara, hanya dapat terjadi dalam kehakikian berideologiPancasilayang menampilkan kualitas SDM dalammengharmoniskan watak individualis (kapitalisme) dengan wataksosialis (sosialisme) dalam setiap anyaman kebersamaan (budaya, sosial-politik, hukum, ekonomi, informasi) bernegara dan antar negara.

Kemandirian sebuah negara berideologiPancasila didukung SDA yang berlimpah menjadi landasan kokohkenetralannegara dalam setiap proses pengambilan kebijakan.Proses pengambilan keputusan yang dikatakan bijaksana, apakah sesungguhnya telah berproses secara demokratis? Karena tragedi dalam bernegara dan bahkan antar negara biasanya terjadi di ujung tidak tercapai keberhasilandalam proses menata keharmonisan kepentinganantar individu (kaum kapitalis) di kalangan elite pemerintahan (terutama oknum militer dan sipil, oknum para politisi, penguasa dan pengusaha).Konflik kepentingan di antara kaum kapitalis yang dilukiskan (dimanipulasi!) dalam selimut kepentingan individu, golongan, suku, agama/penguasa-pengusahavs kepentingan umum/rakyat dipetakan sebagai kepentingan umum (kaum sosialis) dalam selimut nasib kaum miskin, para buruh, petani, nelayan.Dalam arti kenetralanbernegara tercemarti melalui setiap kebijakan yang dihasilkan dalam berbagai produkhukum, dan dalam penerapannya di berbagai bidang kehidupan secara bijaksana. Penerapan kebijakan yang mampu melayani kepentingan bersama dalam bernegara dan bergelobalisasi, yaknimampu menserasi-selaraskan konflik kepentingan individu, kelompok elit negara dan antar Negara. Karena sesungguhnya konflik di kalangan elit Negara yang memunculkan manipulasi tragedi konflik kepentingan individu/ penguasa-pengusaha-militer vs kepentingan umum/rakyat miskin, buruh, nelayan, petani di sebuah negara dan antar negara.

Karakterbernegara suatu bangsa, berbenih dari proses sejarah peradaban dan kebudayaan yang terus tumbuh dan berkembang dari awa mula penciptaan sampai kekinian dan akan datang. Bangsa yang berkarakterbaik dan benar (bijaksana) dalam bernegara dan bergelobalisasi, merupakan bangsa yang telah mendapatkan jalankesempurnaandalam dialektika sejarah peradaban-kebudayaan kehidupan rohaniah-jasmaniah!!! Dialetika yang terjadi antara peradaban (proses alam, hukum alam), vertikal dengan kebudayaan (proses kemanusiaan, hukum manusia), horisontal: Salib, cross!!! Dialektika salib, sesungguhnya dinamika peradaban dan kebudayaan suatu bangsa dalam prosesnyatelah menyatukan dan menguatkan, meneguhkan dan mendasyatkan karakter suatu bangsa dalam kesempurnaan mengharmoniskan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengharmoniskan setiap kepentingan individu, kelompok, suku/oknum elitedengan kepentingan umum/rakyat yang sering saling kontradiktif,menjadi kepentingan bersama dalam bermasyarakat,berbangsa dan bernegara untuk dapat mandiri dan netral dalam bergelobalisasi.

Pancasila: Roh Kemandirian dan Kenetralan

Tercermarti Pancasila sebagai rumusan kesempurnaan bahasa Roh, dalam kelima silanya. Ketuhanan (sila 1) supaya semakin  nyata berwujud dalam makna Kemanusiaan (sila 2). Keadilan sosial (sila 5) senantiasa  semakin nyata  tercapai dalam Kerakyatan yang berdemokrasi (sila 4). Saling dialektik terintegralistik (Persatuan) setiap sila supaya sinergik (sila 3): dalam Cinta-Kasih !!!, sebagai poros salib, yang mengharmoniskan kepentingan individu, kelompok, suku, golongan elite (kaum kapitalis) dengankepentingan umun, sosialis: kaum miskin, buruh, nelayan, petani (kaum sosialis) menjadi kepentingan bersama!!! Saling bersatu (integralistik), supaya saling menguatkan (sinergis), agar saling melindungii danmengasihimerupakan warisan pantulan kehidupan makrokosmos-miskrokosmos (alam semesta-manusia).  Cross alam semesta (makrokosmos) vertikal, peradaban dengan manusia (mikrokosmis) horizontal, kebudayaan: SALIB!!! Salib hidup kehidupan !!! Setiap manusia sebagai anak bangsa yang selalu berdoa dan bekerja tidak jenuh-jenuh untuk  menyerahkan seluruhnya pada kehendak Tuhan (Roh kesempurnaan),  dan  senantiasa  selalu mensyukuri hidup kehidupan di bumi ini,  pasti sanggup dan berhasil (bermanfaat) memikul salib dalam menjalani seluruh hidup kehidupannya di setiap peran sosial yang diembannya. Dalam keteguhan kedasyatan iman salib kehidupan, di situ terletak kekukuhan watak (karakter),  ketangguhan kepribadian seorang anak manusia mengarungi lautan gelombang peran kehidupan di bumi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang netral dan mandiridalam bergelobalisasi.

Pancasila sejatinya bahasa kesempurnaan Roh,sesungguhnya rajutan nilai dan ideologi yang mendialektikan (menyatukan dan menguatkan) dunia. Mendialektikan secara harmonis dunia Timur (soialis) dengan dunia Barat (kapitalis). Mengharmoniskan konflik kepentingan dunia Timur yang sosialis dengan kepentingan dunia Barat yang indiidual. Membersihkan lumpur keduniaan yang menjebak dua dunia dengan ideologinya masing-masing bertikai (sosialisme vs kapitalisme), untuk kembali dalam roh kemanusiaan yakni citra diri Allah. Roh kemanusiaan yang menetralisir, mendamaikan konflik kepentingan umum (sosialis) vs kepentingan individu, suku, kelompok, antar golongan. Roh kemanusiaan bersama itu yang secara relatif mampu menyatukan masyarakat Eropa sampai kekinian, melalui civil law system yang menjadi anutan kaum kapitalis dan common law system yang dikembangkan kaum sosialis. Civil law merupakan sistem hukum yang bercirikan hukum tertulis sebagai hasil gemilang revolusi sosial di Prancis yang menekankan aspek kepastian hukum mengatur kehidupan masyarakat dalam bernegara. Sekaligus sebagai bentuk koreksi dan penyempurnaan common law dalam reformasi sosial di Inggris yang menekankan filosofi, jiwa bangsa (volksgeist) yang tumbuhmelalui kebiasaan yang baik (bermanfaat) mentradisi menjadi hukum (aspek kemanfaatan hukum), sehingga menjadi model hukum bermasyarakat dalam praktek kenegaraan di Inggris.

Dialektika reformasi sosial dengan common law system dalam praktek kenegaraan yang bertumbuh di Inggris vs revolusi sosial dengan civil law system dalam praktek kenegaraan berkembang di Prancis, berproses zaman menjadikan Eropa sebuah masyarakat modern yang memoderenkan dunia. Amerika Serikat (AS) mengambil model dialektika reformasi sosial dengan revolusi sosial di Eropadan menggabungkan kedua sIstem hukumnya, ditambah living-law-nya amerika (hukum yang hidup: menghormati kebhinekaan dan menghargai perbedaan pendapat) dalam anglo saxon law system, menjadikan AS sebuah masyarakat yang modern dan demokratis. Seluruh dialektika sosial bersama sistem hukum yang berkembang, telah merajut masyarakat Eropa dan AS menjadi modern dan demokratis, dalam kualitas ide sesungguhnya terumuskan kembali secara sempurna melalui Pancasila yang menjadi dasar falsafah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kalau AS menggabungkan reformasi sosial dan revolusi sosial dengan masing-masing sistem hukumnya yang berkembang di Eropa ke dalam anglosaxon law system, maka Indonesiamenserasi-selaraskan (mengharmoniskan), dengan mendialektikan masing-masing perubahan sosial dan berbagai sistem hukum yang terjadi di Eropa dan AS, dalam pancasila law system. Sesungguhnya itu merajutmasyarakat Indonesia dalamberbangsa dan bernegara yang Postmoderen.

Mengapa seluruh dialektika sosial dengan sistem hukum di dunia terumuskan kembali secara sempurna melalui Pancasila? Bertolak dari gagasan Pengulangan Plato, maka tercermati rumusan Pancasila sebagai penegasan kembali jejak peradaban yang hilang terihlam dalam sosok putra fajar Bung Karno di Ende-Flores, merupakan bentuk pengulangan nilai-nilai luhur (peradaban dan kebudayaan) bangsa Atlantis yang hilang, yakni Salib Atlantis (Bdk Arysio Santos: ATLANTIS The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization (1998), diindonesiakan (2009) plus subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA, hal. hal. 126-128, 162-278). Dengan demikian Pancasila merupakan nilai dan ideologi yang universal, secara sadar maupun tidak sadar telah merajut kehidupan, dari benih yang tumbuh dan tidak luput patah, tumbuh lagiserta jatuh-bangun dalam kehidupan berbagai bangsa dalam bernegara dan antar Negara di dunia. Sebagai nilai dan ideologi postmoderen, sesungguhnya Pancasila menganyam masyarakat yang penuh keseimbangan antar nilai dan keserasian antar ideologimelalui dekonstruksi (revolusi) selaras rekonstruksi (reformasi) sesuai konstruksi perubahan sosial yang kontekstual kekinian dan akan datang. Karena itu manusia dan masyarakat kemoderen-moderenan memang tidak moderen, juga ketradisionalan memang tidak moderen, apalagi mengabaikan aspek agama!!! Begitupun cahaya kereligiusan tetap mengakar ke tradisi yang wajib diteguhkan dalam iman beragama dengan terang moderen, sehingga aspek kereligiusan menjadi keyakinan dan harapan (optimisme) manusia dan masyarakat dalam kegelapan tradisi dan kegulitaan modern karena kemunafikan beragama di dalam berbangsa-bernegara dan bergelobalisasi.

Pertanyaannya, apakah Pancasila itu dasar atau pilar Negara? Karena di atas dasar (fundamen) itu (nilai dan ideologi) berdiri pilar-pilar untuk bernegara!!! Dituntut kualitas pemahaman para elite terhadap Pancasila sebagai dasar negara secara benar dan baik, supaya bertutur dan berprilaku baik-benar,adil-bijaksana dalammengelola kehidupan masyarakat berkabupaten-kota, berprovinsi, bernegara dan antar negara. Dengan demikian di saat tertentu, ke depan (misalnya keadaan darurat Daerah, Negara dan antar Negara), mungkin seperti yang dikatakan Antonio Gramsci bahwa para warga, termasuk mereka yang dirugikan, tetap percaya bahwamereka diperlakukan secara adil, sehingga tidak merasakan dan bahkan menerima dengan senang hati setiap perlakuan politik pemerintahan yang sebenarnya membodohkan dan memiskinkan. Dalam retorika kenegarawan seorang John F Kenedy, “jangan tanyakan apa yang negara telah perbuat kepadamu, tetapi pertanyakan apa yang telah kamu berikan kepada Negara”!!!***

Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor,20 Maret 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun