Oleh Chris Boro Tokan
Revolusi Putih, demikian inti visi misi capres-cawapres Prabowo-Hata, Revolusi Mental sesungguhnya penekanan visi misi capres-cawapres Jokowi-JK dalam pertarungan memenangkan pilpres  9 Juli 2014. Penggunaan kata revolusi dalam konteks dialektika perubahan mental dan sosial, maka tidak bisadipisah-lepaskan dengan kata evolusi. Perubahan yang dilakukan secara pelan namunpasti membawa kemajuan (evolusi), sedangkan perubahan secara drastis/cepat yang berdampak kemajuan (revolusi). Revolusi biasa terjadi karena evolusi yang berproses tidak kunjung menghadirkan perubahan yang dicita-citakan bersama. Dalam bahasa Cilffort Gertz menyebut involusi, yakni perubahan yang berjalan-jalan di tempat.  Filsuf G. W. F Hegel membahasakan bahwa revolusi itu penekanan pada aspek kualitas, sedangkan evolusi pada aspek kuantitas. Artinya evolusi yang berproses terus menerus (kuantitas) namun tidak secara pasti membawa perubahan yang dinginkan bersama (involui), maka dilakukan revolusi (kualitas) untuk memastikan sebuah perubahan (mental dan sosial).
Proklamasi Revolusi Putih dan Revolusi Mental
Dengan demikian Revolusi Putih yang dicanangkan oleh tim Capres-Cawapres Prabowo-Hata dan Revolusi Mental yang dicanangkan olen tim Capres-Cawapres Jokowi-JK, dapat disimak bahwa sesungguhnya berlandaskan pada evolusi mental dan sosial manusia bangsa Indonesia yang selama ini terjadi involusi (jalan-jalan di tempat). Evolusi yang tidak mampu menghadirkan kemuliaan bagi sebagian besar manusia indonesia yang mampu mengarsiteki kemajuan demi mendatangkan kesejahteraan bersama. Maka itu dicanangkan revousi putih untuk membersihkan manusia-manusia Indonesia, revolusi mental untuk membenahi mental bangsaindonesa. Membersihkan (memutihkan) manusia Indonesia, membenahi mental(karakter) bangsa indonesia agar sesuai dengan identitas dan eksistensi sebagai manusia dan bangsa yang menurut Arysio Santos sebagai pusat peradaban dunia atau tempat surga di timur menurut Stephen Oppenheimer.  Dalam arti tepat 70 tahun Indonesia merdeka(17 Agustus 2015), wajib diproklamasikan tentang: (1) kesadaran kemuliaan manusia Indonesia, (2) ketangguhan/kekukuhan karakter/watak Pancasila, (3) kedaulatan di bidang    pangan dan energi.
Kesadaran kemuliaan manusia Indonesia berarti manusia religus yang mempunyai kedasyatan keyakinan tradisi yang diteguhkan iman agama sehingga menjadi jiwa dari segala pengembangan ilmu pengethauan dan teknologi (iptek). Kekukuhankarakter/watak Pancasila berarti manusia, bangsa Indonesia yang bijak dalammenserasi-selaraskan (mengharmoniskan) sila-sila Pancasila. Kesadaran kemuliaan manusia Indonesia dalam kekukuhan watak/karakter Pancasila, tercermati berlandaskan Pancasila sebagai jejak peradaban dan kebudayaan yang hilang. Namun terumuskan kembali kesempurnaannya dalam bahasa Roh, melalui kelima silanya. Ketuhanan (sila 1)supaya semakin nyata berwujud dalam makna kemanusiaan (sila 2), peradaban, vertikal. Keadilan sosial (sila 5) senantiasa semakin nyata tercapai dalam kerakyatan yang berdemokrasi (sila 4), kebudayaan, horisontal. Saling dialektik terintegralistik  vertical-horisontal (Persatuan) supaya sinergik (sila 3): Cinta-Kasih, sebagai poros salib/cross!!! Melalui kesadaran kemuliaan manusia Indonesia dalam kekukuhan watak/karakter Pancasila, tercapai kedaulatan bangsa Indonesia di bidang pangan dan energi di waktu 10 – 15 tahun mendatang.
identitas dan eksistensi
Identitas dan eksistensi sebagai manusia dan bangsa Indonesia sesungguhnya menjadi dasar pemahaman dan penghayatan dalam memproklamasikan revolusi puth, revolusi mental manusia bangsa Indonesia. Dasar pemahaman dan penghayatan dimaksud sebagai fighting spirit, semangat berusaha demi mencapai kemanusiaan manusia Indonesia dan tumbuh sebagai bangsa di dunia yang arif dan bijaksana karena landasan nilai dan ideoogi Pancasila. Dalam kemuliaan dan kebijaksanaan itu, manusia dan bangsa Indonesia menjadi berdaulat di bidang pangan dan energi yang dari dulu dicari bangsa barat sebagai surga yang hilang. Kesadaran peradaban, kebudayaan yang mulia dan bijaksana yang menjadi pemilik syah manusia dan bangsa Indonesia, harus benar-benar menjadi filosofi kehidupan bangsa dan negara Indonesia ke depan. Menyadari bahwa Pancasila sebagai dasar filsafat berbangsa dan bernegara Indonesia, maka sesungguhnya sila-silanya merupakan perumusan kembali kesempurnaan kemuliaan bahasa Roh tentang peradaban dan kebudayaan yang hilang.
Kesadaran akan kehakikian Pancasila sebagai bahasa kesempurnaan Roh   senantiasa diharapkan mampu memputih-bersikan harkat dan mengukuhkan watak/mental manusia, bangsa Indonesia ke depan sebagai manusia dan bangsa yang  bijaksana karena mulia. Proklamasi kesadaran pemulihan kemuliaan manusia Indonesia dan menegaskan kekukuhan watak/karakter bangsa yang Pancasilais, serta tekad berkedaulatan pangan dan energi senantiasa menjadi nazar capres dan cawapres. yang berkompetisi dalam pilpres. Siapapun yang memenangkan pilpres harus menyadari bahwa manusia baru/generasi baru bangsa Indonesia yang hendak di bangun kedepan itu berkedasyatan keyakinan tradisi yang diteguhkan dalam iman agama sehingga menjadi jiwa perkembangan imu pengetahuan dan teknologi yang memajukan dan mensejahterakan kehidupan manusia, masyarakat bangsa Indonesia. Apabila revolusi putih dan revolusi mental yang dicanangkan oleh masing-masing capres dan cawapres hanya sekedar suatu retorika poitik kampanye saja, maka tentu capres-cawapres yang terpilih nanti akan menuai dampaknya menjelang dan pasca 17 agustus 2015 sebagai momentum 70 tahun kemerdekaaan Indonesia.
Dalam pengulangan sejarah selalu menjelang 70 tahun muncul peristiwa-peristiwa baru dalam perjalanan sebuah bangsa. Seperti peristiwa reformasi 1998 mengingatkan 70 tahun lalu terjadi Sumpah Pemuda Indonesia 1928. Sedangkan rentetan peristiwa G.30 S PKI 1965, Tri Tura 1966, Malari 1974, Kampus Kuning 1978,mengingatkan rangkaian kisah-kisah menjelang peristwa Kebangkitan Nasional 1908. Maka bukan tidak mungkin menjelang dan pasca 17 agustus 2015 sebagai momentum 70 tahun kemerdekaaan Indonesia terjadi  peristiwa  sosial yang kelak menyejarah. Mulai mengemuka sekarang pecanangan revolui putih dan revolusi mental bangsa Indonesia. Tercermati bukan tidak mungkin menjadi proklamasi jilid 2 saat 17 agustus 2015 sebagai pengulangan Tri Sula Bung Karno dalam bidang kebudayaan, politik, ekonomi. Bidang kebudayaan menegaskan kembali kesadaran dan tekad untuk pemulihan dan pemurnian kembali harkat dan mrtabat manusia Indonesia. Bidang politik menegaskan kekukuhan karakter, watak, mental pancasilais bagi bangsa Indonesia. Bidang ekonomi menegaskan kedaulatan pangan dan energy masyrakat Indonesia.***
Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, TanahTimor, 31 Mei 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H