Mohon tunggu...
Pinky Saribanon
Pinky Saribanon Mohon Tunggu... karyawan swasta -

a nice daughter :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Curhat Seorang Bujangan

14 Juli 2012   15:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:57 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kapan punya bayi? Mamah papahnya udah pengen gendong cucu tu!"

Ah, rasanya pingin punya Jubah-Tak-Terlihat nya Harry Potter aja kalo sudah mulai dengar pertanyaan (dan pernyataan) macam itu.

Ini hanya sekedar curhatan dan unek-unek yang saya (dan mungkin segelintir orang-orang di luar sana) yang kebetulan belum dipertemukan dengan jodoh hidup.

Saya memiliki hidup yang bahagia menurut standar ukuran saya, kedua orang tua hebat yang masih bersama saya hingga saat ini jg sungguh merupakan anugerah yang begitu saya syukuri. Saya tidak pernah kekurangan teman, pekerjaan pun saya rasa cukup menyenangkan. Singkatnya, saya suka dengan kehidupan saya yang sekarang.

Jangan salah paham, saya tidak termasuk kaum wanita ekstrimis yang begitu independen dan merasa tidak membutuhkan laki-laki dan perkawinan. Saya sungguh memimpikan ada seorang suami yang baik dan bertanggung jawab serta anak-anak manis yang memanggil saya "mama". Namun apa lacur? Tuhan belum berkenan mewujudkan mimpi saya itu.

Well, kalau anda bertanya pada saya, saya akan berkata bahwa ini tidak masalah. Penantian yang saya lewati dengan sabar ini karena saya yakin Tuhan sedang menyiapkan skenario yang terbaik buat saya. I have no doubt on this. Tetapi masalah menjadi lain ketika pertanyaan dilayangkan kepada kedua orang tua saya, maupun kepada orang-orang terdekat kami. Reaksi yang didapat biasanya berupa dorongan (yang menusuk) untuk segera berkeluarga.

Yaaa, saya juga sadar bahwa ini sebenarnya adalah dorongan yang positif, dan mereka melakukannya dengan niat baik. Hanya saja saya mengkhawatirkan reaksi orang tua saya.

Ketika berkeluarga sudah menjadi tuntutan sosial dan bukan lagi pemenuhan kebutuhan diri, saya jadi bertanya-tanya apa sesungguhnya makna perkawinan? Jika hanya untuk perubahan status di mata masyarakat maka tentulah landasannya amat dangkal.

Bagi kami para bujangan yang didesak dan didorong untuk segera berkeluarga demi memenuhi standar kelayakan sosial, sungguh mendapatkan beban yang berat. Tidakkah seharusnya kami mendapatkan ruang pribadi atas hal ini? Bisik-bisik di antara para tetangga juga menambah beban kami 3 kali lipat.

contoh-contoh perkawinan buruk yang bertebaran di seantero penjuru jelas menjadi pertimbangan bagi saya untuk tidak gegabah dan terburu-buru dalam mengambil keputusan sekali-seumur-hidup ini. Jadi rasanya menjengkelkan sekali jika selalu diingatkan atas hal yang sesungguhnya tak pernah lepas dari pikiran kita.

Yah, sekali lagi ini hanyalah sekedar unek-unek seorang bujangan. Semoga bisa diterima oleh anda-anda sekalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun