Bila kita lihat dalam website resmi Dinas Perhubungan, dalam link http://dephub.go.id/ppid/ka/226, tertulis jelas bahwa TUGAS dari Direktorat jenderal Perkeretaapian adalah `Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perkeretaapian,` sedangkan PT KAI selaku Badan Usaha milik pemerintah adalah seperti BUMN lainnya, yaitu murni bisnis, yang hasil dari keuntungannya disetorkan kepada negara sebagai penghasilan negara. Negara pun memanfaatkan uangnya (APBN) sesuai undang-undang, yaitu untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk perseorangan.
Hal ini tentu akan menyederhanakan pola pikir kita. Sehingga kebingungan yang ditimbulkan dalam membedakan mana yang menjadi tugas Dirjenka dan mana yang menjadi tugas PT KAI bisa kita pahami.
Beberapa waktu lalu, Komisi V DPR RI melalui wakilnya Sigit Sosiantomo menggelontorkan usulan agar kedepannya yang membuat jalan / rel kereta api adalah badan hukum terpisah, dan PT KAI hanya menjalankan saja. "Jadi, nanti yang bikin rel kereta api bukan lagi Dirjen Perkeretaapian, tapi badan hukum atau perusahaan sendiri.Â
Nanti yang lewat rel ini PT. KAI. Dan nantinya tidak hanya PT. KAI yang memanfaatkan rel itu. Ada PT-PT yang lain yang mungkin juga mempunyai sarana yang digunakan untuk mengangkut penumpang di atas rel yang dimiliki oleh perusahaan yang membuat rel itu," jelas Sigit seperti saya kutip dari TribunNews 15 Oktober 2018.
Hal yang diusulkan Sigit tersebut sepertinya hanya sebuah ide untuk menciptakan proyek-proyek baru, yang sebenarnya sudah ada yang menangani. Akan lebih baik DPR menyelesaikan banyak rancangan undang-undang yang tak kunjung selesai.Â
Ranah Dirjenka yang keberadaannya di bawah Dinas Perhubungan, cukup dilakukan pemantauan kinerjanya, meskipun tugas dari Direktorat sendiri salah satunya adalah juga memantau. Sedangkan PT KAI yang berada di bawah Kementerian BUMN tentunya juga menjadi bagian yang perlu selalu disehatkan kinerjanya, sehingga setiap tahunnya bisa semakin banyak memberikan pemasukan bagi negara.
Mungkin bila Komisi V ingin tetap mengelontorkan ide tersebut, akan lebih baik di coba di wilayah baru, seperti Kalimantan dan Papua, dimana peluang pengerjaannya bisa dilakukan di sana. Baik pembangunan jalur baru kereta api, maupun pembentukan operator baru kereta api. Entah dari mana ide  Sigit Sosiantomo untuk memanfaatkan jalur rel untuk digunakan beberapa operator kereta. Bila ingin mengacu pada era kolonial, dimana negeri ini ada Staatspoorwegen (SS) dan ada pula NederlandschIndische Spoorweg Maatschappij (NISM), kedua operator tersebut pun beroperasi di Jawa dengan lebar rel yang berbeda.
Di negara-negara maju pun jalur kereta api tidak dipergunakan bersama-sama, karena akan sangat rumit mengaturnya. Beda dengan jalan raya (aspal), atau jalur busway. Jalur kereta api perlu penanganan yang serius dan cukup rumit. Â Â Â Â Â
Pemerintah membentuk Dirjenka dengan suatu alasan, demikian juga Pemerintah mengandalkan PT KAI dalam mengelola perkeretaapian di negeri ini. Kita sekarang bisa menikmati kereta dengan pelayanan yang semakin lama semakin bagus, kursi semakin empuk, dan di dalam gerbong semakin adem, dengan layanan keberangkatan dan kedatangan yang tepat waktu. Ini adalah sebuah prestasi yang patut dibanggakan
Peran serta masyarakat yang terdampak langsung oleh reaktivasi dan pembangunan jalur kereta api di negeri ini tentu akan membuahkan sesuatu yang manis, dibutuhkan kerjasama, baik dari Dirjenka, PT KAI dan masyarakat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur kereta api di negeri ini. Ingat, negara yang mempunya transportasi kereta api terbaiklah yang menjadi negara maju. Negeri ini bisa menjadi maju dengan peran kita semua.
Dirjenka fokus dengan tugasnya, PT KAI fokus mengelola aset dan mendongkrak bisnisnya, masyarakat fokus mematuhi aturan dan memanfaatkan sarana kereta api di Indonesia. Disinilah kemajuan negeri ini semakin dekat terwujud.