Wah, hallo sobat Kompas ini adalah pertama kalinya aku menulis di Kompasiana.com. Wah senang rasanya memiliki tempat baru untuk berbagi cerita dengan teman-teman semua.
Oke, untuk tulisan pertama aku, aku mau ngomongin sebuah tempat yang aku yakin banget kalau kalian pasti ga pernah asing lama yaitu GLODOK...Â
Yeah, buat kalian yang tinggal di Jakarta tapi kalau ga tau Glodok sih itu malu banget loh hihi... Seperti yang kita tau bahwa Glodok menjadi salah satu tempat tertua yang ada di Ibu Kota kita tercinta ini.Â
Bagi kita nih warga Jakarta, nama Kawasan Glodok adalah sebuah lokasi yang terkenal sebagai tempat yang menjual alat elektronik. Tapi, selain itu Glodok juga dikenal sebagai sebuah tempat yang banyak terdapat etnis Tionghua/Cina menetap. Â
Sebenernya nih ya, Glodok tuh uda lama banget loh dikenal oleh banyak orang, bahkan sejak zaman penjajahan Belanda, WOW... Tapi siapa disangka jika ternyata Glodok berasal dari hal yang sangat unik.
Siang itu ketika aku ngadain Tour Glodok bersama dengan Team Food Adventure. "Jadi dulu di depan Balai Kota atau yang sekarang kita kenal dengan Museum Sejarah Jakarta setiap soreÂ
warga selalu mengambil air dari pancuran yang ada didepan situ" kata Kak Idfi, selaku tour guide dari Jakarta Food Adventure Minggu (20/11/2016)
Menurut Kak Idfi, sumber mata air pancuran itu cukup jauh dan dialirkan melalui pintu. Dan aku bertanya, jadi apa hubungannya dengan nama Glodok?
"Sumber mata air berasal dari sebuah kincir kayu yang terus muter dan mengeluarkan suara 'grojok', 'grojok'. Jadi dari situlah warga setempat mulai memanggil tempat itu sebagai sumber mata air dengan sebutan yang sekarang kita tau adalah Glodok" kata Kak Idfi.
Nah, siang itu kita juga mulai mengitari Glodok. Dari Gereja Santa Maria de Fatima Jakarta (Awal Abad ke-19) adalah sebuah gereja pertama yang berdiri ditempat itu, lalu kita juga menyempatkan diri untuk minum es jeruk kelapa didekat sana yang banyak orang mengatakan bahwa es jeruk kelapa itu sangat segar eh ternyata benar juga hihihi... Selanjutnya kita juga ke Klenteng Toa Se Bio (1751) adalah sebuah Klenteng yang katanya sangat ramai jika musimnya. Baik ramai dari orang yang ingin sembahyang maupun orang yang meminta-minta disana. Disana sangat banyak sekali dupa yang sangat besar-besar dimana banyak para etnis Tionghoa mengatakan semakin besar dufanya makan semakin besar pula rejekinya...
Sekitar pukul 4 kami memutuskan untuk makan berhubung perut juga sudah komat-kamit hehehe dan juga cuaca agak mendung akhirnya kami memutuskan untuk makan disebuah tempat yang menjual Mie . Ntah karena emang baru pertama kali makan atau tidak terbiasa makan aku ga gitu suka Mie nya tapi semuanya enak.
Dan setelah kita selesai makan dan melihat bahwa cuaca mulai membaik akhirnya kita memutuskan untuk menyelesaikan perjalanan kita hari itu. Wah senang rasanya bisa lebih mengenal Sejarah Kota Jakarta lebih banyak. Terimakasih kepada Ibu Ira dan Kak Idfi selaku Tour Guide kita dari Jakarta Food Adventure yang sudah mau nemenin kita untuk muter-muter Glodok, mau menjawab semua pertanyaan kita bahkan sudah memberikan kita ilmu secara tidak langsung. Semoga kita bertemu di Tour selanjutnya! Yeahhh...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H