Sudah menjadi rahasia umum, peradabaan kita dibangun oleh sebuah sistem bernama patriaki. Apa itu patriaki dan hubungannya dengan Standar Ganda?
Standar ganda adalah prinsip atau kebijakan yang diterapkan dengan cara yang berbeda untuk hal yang serupa, tanpa pembenaran yang tepat. Pada dasarnya standar ganda terjadi ketika dua atau lebih hal, seperti individu atau kelompok diperlakukan berbeda, alih-alih seharusnya diperlakukan sama. Hal ini erat hubungannya dengan sistem patriaki dimana stereotip masyarakat secara tidak langsung menempatkan laki-laki untuk lebih memiliki banyak pilihan sementara perempuan tidak karena terikat kebiasaan atau culture yang ada.
Pernahkah anda mendengar istilah macak, masak, manak untuk menunjukkan tuntutan bagi standar ideal perempuan? Jika ditinjau secara arti, tidak ada yang salah dengan istilah tersebut. Namum tidak adil jika hanya dijadikan pembatas untuk perempuan saja. Hal tersebut bukanlah keharusan, namun menjadi tanggung jawab bersama apapun jenis kelamin Anda.
Namun tahukah Anda bahwa istilah Macak, Manak, Masak, menjadi pisau asah untuk perilaku standar ganda? Hal tersebut sudah seperti keharusan yang tanpa disadari menimbulkan label untuk perempuan yang kemudian menjadi pengaruh untuk aktivitas sehari-hari. Bahkan untuk kegiatan di dalam rumah sejak anak-anak. Contohnya, anak perempuan tidak diperbolehkan untuk bangun lebih siang karena akan terlihat 'Pemalas', namun jika hal tersebut dilakukan oleh anak laki-laki, maka akan diwajarkan dengan alasan "Ya wajar saja, namanya juga anak laki-laki."
Kemudian anak perempuan dituntut untuk bisa melakukan pekerjaan rumah, jika tidak maka akan mendapat teguran 'Perempuan tidak bisa apa-apa. Nanti ditinggal suami'. Namun pada satu waktu, kakak atau adik laki-lakinya akan dibiarkan untuk bersantai-santai tanpa dimarahi atau membantu sedikitpun. Lagi-lagi dengan alasan, "Ya wajar saja. Kamu kan perempuan. Memang tugas kamu memasak dan beres-beres."
Gambaran tersebut tentu terasa familiar, bukan?Â
Tahukah Anda, bahwa standar ganda membuat anak merasa diperlakukan tidak adil namun bingung tidak bisa protes karena terpaksa harus mengikuti perintah orang tua dan stigma yang ada. Hal tersebut juga dapat menutup komunikasi anak yang merasa terbebani sedang anak satunya menjadi lepas tanggung jawab karena merasa lebih bebas.
Pada akhirnya semua perilaku-perilaku yang mungkin dianggap normal tersebut dibawa pada sang anak hingga dewasa dan diajarkan untuk generasi-generasi berikutnya.  Menimbulkan anggapan bahwa standar tersebut adalah hal yang sudah biasa tanpa mempertimbangkan efek kedepannya. Laki-laki menjadi tidak tahu basic life skill yang pada dasarnya harus dipelajari, bukan hanya untuk perempuan, namun untuk laki-laki juga. Apa itu basic life skill? Basic life skill adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menguasai hal-hal dasar dalam hidup seperti memasak, melakukan pekerjaan rumah, dan aktivitas sehari-hari.
Pada dasarnya basic life skill termasuk house chores (pekerjaan rumah) adalah tanggung jawab bersama. Jika anak bertanggung jawab pada pekerjaan rumah, maka akan mengajarkan anak untuk tidak berperilaku seenaknya dan bertanggung jawab pada pekerjaan yang menjadi tanggungan bersama. Rasa tanggung jawab ini juga akan berpengaruh pada anak agar memiliki rasa peka pada aktivitas lain di kehidupan sehari-hari.
Selain itu, jika kita memberi pengertian dan contoh yang baik bagi anak, maka anak akan menjadikan pekerjaan rumah sebagai rasa tanggung jawab alih-alih sebagai beban yang memberatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H