Adanya pandemi covid-19 di Indonesia yang terjadi sejak Maret 2020 menyebabkan proses Pendidikan di berbagai wilayah di Indonesia mengalami perubahan sistem pembelajaran yaitu dari luring ke daring. Hal ini terjadi hampir di seluruh Indonesia, tak terkecuali di daerah Banjarnegara. Selama pandemic, kegiatan belajar mengajar diharuskan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini menjadi masalah yang cukup serius karena kegiatan belajar mengajar identik dengan interaksi secara langsung antara peserta didik dan guru dalam satu tempat atau ruang. Selama pandemic, peserta didik diharuskan belajar dari rumah dengan pendampingan orang tua. Guru pun diharuskan mengajar dari rumah.
Sistem pembelajaran daring dirasakan tidak efektif dipraktikkan di seluruh wilayah di Indonesia. Tidak semua wilayah di Banjarnegara terjamah oleh akses internet yang bagus. Selain itu, yang tak kalah penting adalah tidak semua peserta didik difasilitasi gadget sendiri. Pembelajaran tatap maya pun sulit untuk dilakukan. Yang dapat dilakukan oleh guru untuk memberikan materi kepada peserta didik adalah dengan membuat modul disertai Lembar Kegiatan, serta video pembelajaran baik yang dibuat sendiri maupun yang diambil dari link youtube pada materi yang dirasa sangat dibutuhkan penjelasan.
Kondisi di atas tentunya membuat proses pembelajaran kurang optimal. Meskipun saat pengumpulan tugas, hasil yang didapat jarang menemukan kekurangan pada pekerjaan peserta didik, apalagi pada tugas matematika. Banyak dari hasil jawaban peserta didik yang dinilai benar. Sudah menjadi rahasia umum, tugas yang dilakukan di rumah orang tua berperan penting. Hanya yang menjadi pertanyaan, bagaimana proses pendampingan belajar peserta didik dalam membantu mengerjakan tugas di rumah.
Pembelajaran tatap muka terbatas pun diberikan izin oleh pemerintah mulai bulan September 2021 lalu hingga saat ini.
 Kesempatan untuk belajar di sekolah diberikan tiga kali dalam satu Minggu untuk setiap anak. Di sekolah, guru mendapati banyak peserta didik yang membutuhkan waktu sangat lama untuk memahami materi terutama mata pelajaran matematika. Padahal tugas-tugas matematika yang mereka kerjakan selama ini tidak banyak kekurangannya. Mereka lupa dengan konsep dasar berhitung seperti perkalian dan pembagian, bahkan penjumlahan dan pengurangan. Oleh karena itu, sebagai guru kita harus mencari strategi agar keterampilan dasar berhitung dapat dikuasai kembali oleh peserta didik.
Salah satu yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan mengadakan "sarapan pagi" di sekolah. Sarapan pagi disini bukan berupa makanan, namun berupa soal-soal matematika dasar yang disediakan untuk dikerjakan oleh peserta didik setiap pagi saat mereka baru datang ke sekolah. Soal yang disediakan dari yang paling ringan, misalnya dari penjumlahan tanpa Teknik meminjam ke penjumlahan dengan Teknik peminjaman.
Contoh "Sarapan pagi" yang disediakan di sekolah berupa potongan kertas yang berisikan satu soal matematika dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Â
Potongan kertas berisikan soal matematika, ditempelkan pada buku kotak yang dikumpulkan di sekolah. Setelah dikerjakan, buku dikumpulkan di meja guru untuk dikoreksi. Apabila terdapat pekerjaan yang salah, guru akan melakukan pembimbingan terhadap peserta didik secara individu untuk memperbaiki pekerjaannya. Harapannya peserta didik dapat mengingat kembali konsep yang pernah diajarkan sebelumnya dan termotivasi untuk berlatih di rumah.
Kunci menguasai matematika dan berhitung adalah dengan melakukan pengulangan dengan banyak berlatih. Penerapan "Sarapan pagi" di sekolah setiap pagi diharapkan membantu peserta didik menguasai kembali konsep matematika dasar. Dengan demikian, mereka akan lebih mudah menerima dan menguasai materi selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H