Mohon tunggu...
Piman Votrayyer
Piman Votrayyer Mohon Tunggu... -

Senang petang, malam, dan secangkir cokelat panas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kalau Menjadi Gay adalah Suatu Kesalahan ...

30 Oktober 2011   08:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:17 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalau menjadi gay (menurut kalian) adalah sebuah kesalahan, lantas siapa yang harus bertanggung jawab atas kesalahan tersebut? Sedangkan, aku merasa seperti ini sejak kumasih kecil. Saat anak-anak seusiaku dengan lincah bermain bola, bermain kelereng, bermain layang-layang di lapang, adu jotos sampai smack down, aku malah sibuk memerhatikan mereka di balik jendela kamarku. Untuk mengusir bosan, sesekali aku bermain-main dengan apa yang ada di sekitarku: boneka kakakku, sepatu hak tinggi ibuku, gambar barbie yang bisa dibongkar pasang, dan lainnya. Sedang aku masih kecil, apakah aku memlih untuk tumbuh dewasa dalam 'kesalahan'? Begitu banyak ketidakadilan dalam hidup yang kujalani. Lebih dari dua puluh tahun, tumbuh dewasa dengan sifat ambigu. Terkadang nampak wajar sebagai laki-laki. Tumbuh sebagai remaja yang manis, pintar, tak banyak tingkah, dan dicintai beberapa perempuan. Tapi, tidak sedikit pula yang mengolok-olok ketidaksukaanku pada bola, kekerasan, konflik, dan hal-hal yang menantang. Apakah menjadi tidak sama adalah kesalahan? Keluargaku adalah keluarga bahagia. Demikian biasa orang lain melihatnya. Mereka--orang-orang yang bisanya hanya menyaksikan--mengatakan, keluargaku ideal. Nampak terbuka satu sama lain. Selalu ada senyum, selalu saling mendukung, selalu bermusyawarah, dan hal-hal yang ideal lainnya dalam membangun keluarga yang bahagia. Apa itu benar? Ya, benar! Ayah ibuku selalu mengarahkan apa yang mesti aku dan kakakku satu-satunya dalam melangkah. Apa yang mereka sarankan selalu dianggap yang terbaik. Meski, terkadang mereka lupa, aku dan kakaku berbeda. Aku laki-laki, dan kakakku perempuan. Ayah ibuku mengadu apapun masalah mereka pada anakknya, aku dan kakakku. Kakakku terbiasa mengadukan apapun yang ia rasakan dan apapun yang terjadi padanya. Tapi, tidak denganku! Aku tak bisa berkata banyak pada ayah, ibu, atau kakak. Ya, kecuali hanya kejadian-kejadian kecil seputar sekolah dan obrolan seputar cita-cita. Sejak kecil, aku tak bisa diberi kebebasan dalam menentukan apa yang aku inginkan. Mulai pilihan sekolah hingga hal-hal sepele, seperti permainan. Aku selalu diciptakan menjadi anak yang baik, penurut, saleh, tak banyak tingkah, dan tentu pintar. Aku hanya bisa menyaksikan teman-teman bermain di balik jendela kamar. Aku hanya boleh berada di luar rumah sampai waktu sekolah usai. Hingga aku dewasa, aku SMA, aku pun tak pernah rasakan suasana malam bersama teman-teman. Aku tak pernah rasakan rasanya nakal dan berlaga ala remaja-remaja yang aktif dan gak mau diam. Sukseslah aku menjadi good boy. Anak baik, anak manis yang penurut, hingga saat ini aku lulus kuliah dan siap-siap menentukan langkah kehidupanku menjadi seorang dewasa. Tapi, aku hanya ingin bertanya, apakah menjadi gay adalah suatu kesalahan? Kalau itu salah, siapa yang harus disalahkan jika aku menjadi gay?

Tuhan Maha Kasih

Piman Votrayyer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun