Mohon tunggu...
Heri Hidayat Makmun
Heri Hidayat Makmun Mohon Tunggu... -

Seorang biasa yang berharap NKRI tetap jaya selalu!\r\n\r\nIndonesian Voices Network. \r\nSitus : http://indonesianvoices.com\r\nBlog : http://indonesianvoices.blogspot.com\r\n\r\nIkut di Kompasiana untuk saling berbagi, berekpresi dan urun pendapat agar memiliki sensitifitas terhadap kondisi bangsa tercinta ini. Merdeka! Hiduplah Indonesia Raya!

Selanjutnya

Tutup

Money

Saran "Racun" IMF untuk Negara Berkembang

25 Januari 2010   02:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Demo Kebijakan IMF Pada awal dekade 1990-an, dunia belum memahami betul keburukan dari apa yang dinamakan Konsensus Washington. Ini merujuk pada pemikiran Gedung Putih, yang mengembangkan suatu system perekonomian pasar. Promotor utama system pasar ini adalah IMF untuk Negara-negara berkembang yang sebenarnya memiliki asset yang sangat kaya.

Apalagi pada saat proses swastanisasi terhadap perusahaan Negara terkesan dipaksakan hanya membuat senang “Wall Street” agar memiliki jalan mulus untuk melakukan perampokan asset strategis Negara lewat proses privatisasi.

Pada dekade 1990 Konsensus Washington masih memiliki era keemasan dan dianggap salah satu jalan utama menuju kemakmuran. Banyak Negara-negara yang pada awalnya tertipu seperti Indonesia, Thailand, Rusia, Korea Selatan dan Negara-negara Amerika Latin.
Kita mungkin masih ingat control harga-harga 9 bahan kebutuhan pokok yang semula dilakukan oleh ketika Badan Urusan Logistik (Bulog), tetapi sekarang sudah diserahkan kepada pasar.

Berbagai bahan pokok tersebut meluncur bebas dari pasar internasinal ke pasar dalam negeri dengan harga yang bersaing. Termasuk didalamnya adalah impor tepung terigu, kedelai, jagung Amerika Serikat yang membanjir ke Indonesia. Demikian juga daging, susu dan sebagainya.

Kita juga mungkin masih ingat ketika Bank BCA yang sudah distrukturisasi dan disuntikkan dana yang sangat besar hamper 60 Triliun ternyata oleh IMF dipaksa dijual dengan harga sekitar 5 Triliun saja. Coba bayangkan dengan bail out yang dikeluarkan untuk bank sekecil Bank Century yang sampai 6,7 Triliun. Padahal Bank BCA adalah bank terbesar di Indonesia pada masa itu.

Di Rusia melalui saran IMF, Presiden Yatsin waktu itu melakukan swastanisasi terhadap sector energy. Perusahaan Negara yang bergerak di bidang pertambangan minyak, gas dan lainnya diswastanisasi. Perusahaan tersebut berubah menjadi kelompok bisnis, termasuk pebisnis yang dekat dengan Presiden Yaltsin. Pada masa itu bermunculan berbagai oligarki yang menguasa komiditas tertentu.

Joseph E. Stiglitz seorang peraih Hadiah Nobel Ekonomi tahun 2001 menulis artikel yang berjudul “What I Learned at the World Economic Crisis: The Insider” yang dimuat The New Republic, pada 17 April 2000. Ia adalah seorang ekonom dan mantan Wakil Presiden Bank Dunia periode 1997 – 2000.

Seperti juga yang ditulis di bukunya juga yang berjudul “Globalisation and its Discontent” mengatakan IMF itu arogan dan tidak mau mendengar opini Negara berkembang yang sedang dalam perawatannya. IMF tidak menempatkan sebagai lembaga demokratis yang bersedia mendengar dan menerima saran lain.

Menurut Stiglitz bahwa semua tuduhan para demontran dunia, relative benar adannya. “Selama berlangsungnya krisis ekonomi global terparah dalam setengah abad terakhir (decade 1990-an), saya melihat bagaimana reaksi IMF dan Departemen Keuangan AS. Saya sungguh tercengang,” kata Stiglitz.

Dekade 1990-an merupakan decade Negara-negara di Asia melakukan deregulasi pada sector keuangan. Hal ini kata Stiglitz dilakukan bukan karena Negara-negara itu termasuk Asia Fasifik, perlu menarik dana-dana asing. Deregulasi itu dilakukan karena tekanan IMF dan Bank Dunia. Termasuk juga tekanan Washington.

Rencananya deregulasi itu membuat Negara-negara kemasukan modal, tetapi nyatanya hanyalah hot money untuk menggaet bunga Bank Sentral. Bank Sentral harus menyediakan dana ekstra untuk para pemilik uang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun