Mohon tunggu...
PK IMM FHUM
PK IMM FHUM Mohon Tunggu... Jurnalis - Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bima

Jika engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah (Al-Ghazali)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 itu Melanggar HAM?

3 Juni 2022   15:06 Diperbarui: 3 Juni 2022   15:16 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu, pemerintah mengeluarkan peraturan untuk mengatur nama warga negaranya melalui Permendagri nomor 73 tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan. Permendagri tersebut berlaku mulai tanggal 21 April 2022. Hal tersebut menimbulkan kontroversial di beberapa kalangan. Pasalnya negara tidak memiliki pekerjaan lain selain mengurus nama-nama warga negara.

Salah satu Mahasiswa aktif Universitas Muhammadiyah Bima, juga sebagai ketua Umum PK IMM Fakultas Hukum UM Bima mengatakan bahwa "hal tersebut kedengarannya sangat konyol, karena negara mengatur hal yang menjadi hak asasi manusia", ujarnya.

Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menetapkan hak-hak khusus berorientasi kebebasan yang tidak boleh diambil oleh negara dari warganya, seperti kebebasan berekspresi dan kebebasan menentukan nasibnya sendiri. Di samping itu, ada pasal-pasal tersendiri yang mengatur tentang hak-hak dasar individu. Pasal-pasal dari Universal Declaration of Human Right (UDRH) mendefinisikan hak individu sebagai pribadi yang memiliki kebebasan untuk menentukan kebutuhan dasarnya, bahkan sampai menentukan namanya sendiri, lanjut nya.

Sementara di Indonesia sendiri, dalam UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam rumusan yang paling mudah bisa kita tarik definisinya sebagai suatu keadaan yang negara tidak boleh mencampuri atas dirinya, bahkan nama merupakan suatu kebebasan yang tidak boleh negara mencampurinya. Menurut humanium.org, situs yang bergerak di bidang HAK anak menyatakan bahwa dengan nama, seorang manusia diakui eksistensinya di kehidupan sosial. Begitu juga di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Hak Anak. Di sana tersebutkan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan, pungkasnya.

Namun, dalam Pasal 3 Permendagri Nomor 73 tahun 2022 tentang dokumen kependudukan huruf C terkait dengan kartu identitas anak di jelaskan larangannya dalam pasal 5 ayat (3) bahwa dilarang untuk memberikan nama anak dengan menyingkat nama, di larang untuk menggunakan angka, dan di larang untuk mencantumkan predikat keagamaan nya pada akta pencatatan sipil. Hal itu jelas bertentangan dengan prinsip kebebasan warga negara untuk menentukan sendiri kehidupannya, tutupnya.

Oleh karena itu, negara tidak harus mengurus nama-nama warga negaranya, cukup negara bekerja sekuat tenaga untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan untuk mengurus nama warga negaranya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun