Mohon tunggu...
Nova Sitinjak
Nova Sitinjak Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Don't say "I can't" before you try

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mungkinkah Kesalahpahaman

18 Februari 2011   08:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:29 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Mataku tertuju pada jamur yang ada di atas meja. “bisa masak jamur ya? Masak jamur gimana seh? ” tanya kupada teman kos ku bernama si A yang sedang mengiris bawang untuk kelengkapan memasak jamur.

Ya, buatku memasak jamur terasa asing. Di kampungku, aku bahkan tidak pernah melihat orang berjualan jamur di pasar. Apalagi untuk memasaknya. “ Ya, tinggal di oseng-oseng aja,” jawabnya dengan nada yang menurutku tampak sedikit meremehkan. “oseng-oseng itu gmn?” tanyaku lagi. “Campur aja bawang, bla,,bla,,bla,, “, jawabnya dengan nada yang sama seperti yang tadi. “Nanti klo aku dan si A dan B masak, lihat aja lah,,” tambahnya. “Ada cara masak yg lain gak? Aku gak suka bawang soalnya” kataku lagi. “Hampir semua masakan kan pakai bawang. Eh A, gmn,,,,bla,,bla..bla,,” jawab si C dengan nada yang menurutku sinis dan cukup menyakitkan hati. Ayolah kawan, akumemang bukan jagoannya memasak seperti anda-anda semua, jangan karena aku tidak tahu cara memasak oseng-oseng, kalian jadi menganggap aku benar-benar orang yang bodoh, mungkin jika kita tinggal di kampung yang sama, anda pun tidak tahu apa itu oseng-oseng, pikirku. Namun aku hanya bisa tersenyum kecil di depan mereka dan langsung masuk ke kamarku.

Di dalam kamar, aku kembali berpikir, setega itukah mereka padaku hingga memandang sinis hanya karena sebuah oseng-oseng, atau kah itu hanya perasaanku saja dengan logat mereka yang berbeda denganku sehingga membuat mereka menjadi orang yang “sombong” di mataku.

*****

Tentu saja yang ingin aku tulis disini bukan membahas tentang jamur ataucara memasak oseng-oseng. Sampai saat aku menulis cerita “bodoh” ku ini pun aku masih berpikir tentang itu. Apakah logat seseorang bisa membuat kesan seseorang menjadi “baik” atau “buruk” di mata orang yang memiliki logat berbeda? Walau mungkin mereka tidak bermaksud seperti itu?

Kembali aku menemukan jawaban, temanku bahkan ada yang hampir menangis karena berpikir aku marah padanya ketika aku bicara. Padahal,,”Halloo,,logatku memang keras. Begini lah aku apa adanya,,benar-benar gak bermaksud kasar”

Aku kembali bertanya pada diri sendiri, lalu bagaimana cara agar pembicaraan tidak menjadi kesalahpahaman? Apakah harus mengubah logat? Tapi bagaimana mungkin logat yang sudah ada berpuluh tahun bisa berubah begitu saja? Dan untuk pertanyaan ini, sepertinya aku belum menemukan jawaban yang tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun