Cukup terhenyak hati saya ketika menyaksikan di sebuah media ketika seorang calon anggota legislatif yang juga merupakan anggota legislatif aktif periode ini menyampaikan ketika ditanya darimana dana kampanye diperoleh dia menjawab,"pakai dana pribadi dan ada dari sponsor".
Begitu juga ketika seorang teman mencoba mencalonkan diri menjadi caleg dari sebuah partai yang tergolong baru bahwa dia belum terbiasa dengan pengeluaran-pengeluaran biaya setiap harinya ketika beraktivitas dalam kegiatan partai. Coba saja hitung,katanya,untuk rokok 1 selop saja butuh 120rb,makan,minum,snack kalau untuk pertemuan kecil-kecilan 10 orang saja biayanya sudah sekitar 500 ribuan.Bagaimana lagi jika yang ditemui adalah pejabat setempat atau tokoh masyarakat dengan segenap staf dan pengikutnya..berapa banyak lagi biaya yang akan dikeluarkan?
Maka dari itu seorang teman lainnya sempat meminta petunjuk yang lebih jelas,apakah dalam pemilu legislatif ini dia akan terpilih atau tidak? Terlintas dalam benak bahwa kalau jawabannya "ya", maka dia pasti lebih banyak lagi akan mengeluarkan dana kampanye untuk lebih memastikan keberhasilannya.
Fenomena ini patut kita simak dan eforia semacam ini mengingatkan ketika saat tahun baru diadakan perayaan dengan pesta kembang api di langit Jakarta.Begitu banyak orang yang terdorong untuk juga menyalakan kembang api,padahal kalau dipikir lebih dalam,buat palagi kita nyalakan kembang api? Toh kembang api yang dinyalakan orang lain itu juga sama dengan kembang api yang kita punya.
Ataukah ada hal lain yang menyedot animo masyarakat untuk menjadi caleg? Ya,mungkin saja ada "sesuatu" yang menggiurkan ketika menjadi seorang caleg. Lihat saja ketika baru jadi caleg sudah ada sponsor (apa sama dengan bintang sepak bola yang menjadi bintang iklan?) artinya tentu ada perhitungan matematika secara ekonomi yang pasti akan timbul.
Hal inilah yang menjadi pertanyaan apakah menjadi caleg saat ini merupakan peluang bisnis baru? Mungkin mereka yang bisa menjawabnya. Tapi seperti halnya sebuah bisnis maka perhitungan selain untung,maka juga ada kemungkinan rugi.
Ketika terjadi kerugian inilah maka banyak juga para caleg yang tidak berhasil dihadapkan pada situasi sangat sulit.Ya,sangat sulit,karena mereka dituntut untuk mengembalikan dana-dana yang telah terpakai saat kampanye dan itu berarti kerja keras bertahun-tahun harus dimulai kembali. Tidak jarang juga saking beratnya beban pemikiran yang ditanggung,sebagian dari mereka ada yang "stress","depresi" bahkan ada yang cenderung ke arah hilang ingatan.
Oleh karena itu kelompok agamawan saat ini sudah mempersiapkan dan memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Beberapa pondok pesantren saat ini sudah menyiapkan kamar-kamr dan bangsal untuk terapi perawatan dan pemulihan para caleg yang mungkin menjadi stres,depresi dan gangguan jiwa lainnya setelah gagal dalam pemilihan nanti.
Mungkin suatu saat nanti perlu dikeluarkan peringatan oleh pemerintah bahwa :
Mencalonkan diri menjadi Caleg adalah Bisnis Berbahaya
dapat mengganggu kejiwaan,tidak baik bagi wanita hamil dan orang beresiko penyakit jantung.