Mohon tunggu...
Pietro Netti
Pietro Netti Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pribadi Independen, Penghuni Rumah IDE, KARYA & KREASI. Kupang-Nusa Tenggara Timur. \r\n\r\nhttp://pietronetti.blogspot.com, \r\nhttp://rumahmuger.blogspot.com.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pindah ke Lain Hati [Kilas Balik Pilpres 2014 -- #1]

10 November 2014   07:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:11 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14155531321902727308

[caption id="attachment_334284" align="aligncenter" width="300" caption="Pilpres 9 Juli 2014. (Gambar: pemilihan.info)"][/caption]

Pilpres dan hiruk-pikuk pilpres sudah usai dengan jalan penuh liku yang akhirnya bermuara di Mahkamah Konstitusi. Semarak pesta pelantikan Presiden-Wakil Presiden pun sudah selesai dimulai dari Gedung MPR/DPR hingga ke jalan-jalan pada Senin, 20 Oktober 2014. Kita pun sedang menanti kerja dari Kabinet Kerja Jokowi yang sudah dimulai sesaat setelah pelantikan menteri pada Senin, 27 Oktober 2014. Dewan pun sudah mulai bekerja dengan start yang buruk dan masih menyisakan kekisruhan dualisme kepemimpinan yang entah kapan berakhir.

Pada kesempatan ini, saya hanya ingin melakukan kilas balik tentang pilpres 2014 baru lalu dari sudut pandang saya pribadi. Mungkin catatan-catatan berikut sudah tidak aktual, tetapi sekiranya bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua baik rakyat maupun elit yang akan terlibat kembali pada musim-musim politik berikutnya. Berikut catatan selengkapnya:

Saya mempunyai penilaian yang berubah-ubah terhadap sosok capres yang kalah dalam pertarungan pilpres serta koalisi yang mendukungnya. Semula saya sangat bersimpati, kemudian hilang simpati saya, dan saat ini tadinya saya mulai bersimpati kembali, tapi batal demi hati nurani. Hal ini disebabkan karena pasang surut suhu politik yang tidak menentu, dan apalagi naik turun tensi politik yang sampai sekarang selalu berujung kisruh di parlemen. Ataumungkin karena saya bukanlah contoh penilai yang baik dan konsisten, tidak seperti pendukung fanatiknya yang “mati-matian” membela sang idol ini, sehingga saya bisa dengan mudah mengalihkan dukungan saya kepada sosok yang lain.

Oleh beberapa teman, saya dikatakan plin-plan, bagai air di daun talas(?). Mungkin saja seperti itu, tapi bisa dipastikan bahwa saya bukanlah tipe pendukung yang irasional, yang asal mendukung dan memihak tanpa alasan, atau tipe pendukung yang hanya melihat casing luar-nya saja. Pada kesempatan ini saya ingin mengemukakan pandangan dan alasan saya tentang tuduhan “ke-plin-plan-an” yang sebenarnya tidak berdasar tersebut (he2x..).

Sebelum masuk pada inti permasalahan, saya ingin bercerita sedikit tentang saya dalam hal dukung-mendukung. Pada saat menonton sebuah pertandingan olahraga, misalnya, teman-teman saya sering merasa aneh dengan saya, karena saya tidak terang-terangan mendukung siapa pun atau tim mana pun yang akan bertanding. Mereka sulit menebak siapa yang akan saya dukung. Tentu saya juga sudah memiliki idola kepada siapa dan/atau tim tertentu, tapi saya bisa saja mengalihkan dukungan saya kepada pihak competitor, atau bahkan akhirnya tidak mendukung siapa pun. Kenapa begitu?

Dalam setiap event pertandingan, yang saya nilai bukan semata-mata siapa melawan siapa, melainkan juga materi/pola dari pertandingan itu sendiri yakni cara bertanding yang sudah jelas melibatkan teknik dan strategi bertanding. Saya ingin menyaksikan sebuah pertandingan secara utuh, dan menikmati seni bertanding yang ada di setiap pertandingan, tidak hanya sekedar menyaksikan dan memihak. Maka saya bukanlah tipe orang yang senang bertaruh (judi) saat menyaksikan sebuah pertandingan. Sebagaimana orang lain, saya pun sebenarnya telah memiliki keberpihakan terhadap subyek/tim tertentu yang bertanding. Namun jika yang saya idolakan tidak menunjukkan performa yang baik, maka dengan berat hati saya harus mengalihkan keberpihakan saya pihak lawan yang sekiranya memiliki performa yang lebih baik. Jika performa kedua-duanya tidak baik, maka saya tidak akan mendukung siapa pun.

“Kembali ke laptop!”

Sejak awal, jauh hari sebelum pencapresan, saya sangat kagum dan bangga pada sosok mantan militer yang digadang-gadang cocok untuk menduduki RI 1. Kekaguman saya muncul karena ia sangat gigih memikirkan dan ingin memperjuangkan nasib kehidupan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain tentunya menurut banyak orang, ia juga tampan. Ia adalah satu-satunya tokoh yang sudah muncul dan mengkampanyekan visi dan misi untuk kemajuan Indonesia sesaat setelah duet dirinya bersama salah satu ketum partai gagal dalam Pilpres 2009. Visi dan misi yang pro rakyat tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi rakyat yang rindu move on.

Sebagai single fighter (satu-satunya tokoh yang telah mendeklarasikan diri “running for president),ia menjadi sosok calon presiden yang berhasil menyita perhatian seluruh rakyat Indonesia khususnya kaum muda di seluruh pelosok nusantara. Ia menjadi tokoh idaman yang diharapkan dapat menjadi pemimpin bangsa dan negara ini kelak untuk kesejahteraan dan kemakmuran. Dan memang, ia adalah sosok yang dirasakan cocok saat itu untuk memimpin bangsa dan negara ini, karena katanya (sekali lagi “katanya”) ia memiliki tampang presiden (presidential look), dan katanya lagi memiliki sikap tegas karena berlatarbelakang militer.

Musim politik 2014 tiba, dan sang capres tersebut tetap menjadi calon kuat Presiden RI ke-7 oleh sebagian besar lembaga survey yang sulit digeser. Dan memang benar, ia selalu menempati puncak polling tertinggi sebagai calon kuat presiden dibanding dengan tokoh-tokoh lainnya. Alasan kenapa ia selalu yang tertinggi dalam survey, menurut saya, adalah karena pada saat itu ia, jauh-jauh hari, telah memanfaatkan waktu dengan baik untuk melakukan start kampanye atau, boleh dikatakan, mencuri start. Di samping itu, pencalonannya sebagai presiden sejak awal sekali telah memberi suatu kepastian pilihan kepada rakyat yang pada waktu itu belum memiliki pilihan. Rakyat sudah terlanjur mengenal dan mengetahui sosok calon yang pasti ditambah dengan visi-misinya yang jelas dan pro pada rakyat.

Ia menjadi satu-satunya calon yang selalu dan selalu meniupkan angin segar tentang kemajuan bangsa dan negara, kesejahteran dan kemakmuran rakyat, membangun ekonomi kerakyatan, dan lain sebagainya. Angin segar tersebut sudah tentu menjadi sebuah harapan besar bagi seluruh rakyat Indonesia yang selalu tidak sejahtera dan semakin terpuruk dalam kemiskinan.

Apalagi, perjuangannya untuk menjaga harga diri bangsa di antara bangsa-bangsa lain menjadi hal simpatik yang diidam-idamkan rakyat. Sebut saja, kita selalu dilecehkan dan direndahkan derajat kita sebagai bangsa oleh negara tetangga Malaysia, hanya karena tercatat banyak pekerja kita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan buruh kasar di negeri Jiran tersebut. Kenapa anak kita rela menjadi jongos di negeri orang (?), karena pemerintah kita belum dan selalu tidak mampu menyiapkan lapangan pekerjaan yang layak di negeri sendiri. Belum lagi, terdapat begitu banyak perlakuan-perlakuan tidak wajar yang selalu menimpa tenaga kerja kita; pelecehan seksual dan ketidakadilan hukum.

“Kembali ke laptop!”

Tarik ulur penentuan calon presiden dari beberapa partai pemenang pemilu legislatif 9 Mei 2014 pun menjadi salah satu penyebab mengapa sang tokoh pencinta kuda tersebut tetap unggul di peringkat teratas polling calon presiden. Begitu pula, walaupun sudah ada nama-nama calon lain yang belum tentu lolos seperti nama ketum partai pohon beringin, penyanyi dangdut yang tidak suka begadang, mantan ketua mahkamah (bukan si maling Akil) yang selalu menghasilkan putusan yang bersifat final dan mengikat, ketum partai dengan basis NU yang dulunya didirikan oleh mantan Presiden RI ke-4, mantan menteri yang pernah marah-marah di pintu tol, dan bahkan sang gubernur DKI asli Solo sekali pun (yang waktu itu belum pasti direstui oleh ketum banteng moncong putih) belum mampu menggeser peringkat kepopuleran sosok sang garuda di dadaku tersebut sebagai calon presiden terkuat.

Persaingan baru benar-benar terjadi saat pencalonan presiden-wakil presiden mengerucut pada dua capres-cawapres yakni No 1 dan No 2. Persaingan kedua capres-cawapres ini juga didukung oleh gabungan partai-partai politik yang membentuk dua koalisi besar. Koalisi Gendut yang mendukung Calon No 1 digawangi oleh Garuda, Pohon Beringin, Matahari Putih, Daging Sapi, Ka’bah, Bulan Bintang dan Mercy yang bersikap plin-plan. Koalisi Ramping yang mendukung Calon No 2 digawangi oleh Banteng Perjuangan, Bulan Sabit Kuning, Hijau NU, Kuning Kunyit, dan Ke/per-Satu-an. [Next: Saat Saya Harus Memilih]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun