Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nukilan Homo Sapiens: Dua Lima April

29 Juni 2023   11:45 Diperbarui: 29 Juni 2023   11:46 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Reconciliation is an attitude of reconciling oneself to the fact that something can be hurt by any change

(Bahasa Inggris)

Rubrik "Liputan Lebaran 2023" harian Kompas, Selasa (25/4/2023), menurunkan sebuah artikel berjudul "Idul Fitri: Momen Silaturahmi dan Rekonsiliasi". Pilpres yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 telah menciptakan aroma kontestasi.  Pihak yang berkepentingan telah mengusung figur-figur yang dianggap layak sebagai calon pemimpin. Tidak sedikit di antara mereka membentuk polarisasi dengan modus politik identitas. Perbedaan dukungan pun dikelola sedemikian rupa demi memperlebar gesekan sosial. Dalam 10 tahun terakhir ini, pemilu dilakukan di tengah  wabah media sosial yang  telah dililit oleh "rezim hoaks" yang sistematis. Setiap percakapan di media sosial selain menuai kebencian antarwarganet, juga berkontribusi menaikkan saham pemilik perusahaan media sosial. Namun, polarisasi dari kontestasi politik tersebut bukan berarti menjerembabkan masyarakat Indonesia ke dalam kubang permusuhan. Satu hal yang perlu disadari, masyarakat Indonesia mempunyai cara keluar dari jebakan polarisasi melalui ketahanan budaya (cultural resilience) yang bisa digunakan sebagai penyelesai masalah yang ditimbulkan oleh dampak politik atau pun dampak media sosial.

Dalam konteks silaturahmi dan rekonsiliasi itu, Idul Fitri 1444-H menjadi titik refleksi hidup bersama sebagai bangsa Indonesia menyongsong  perhelatan akbar Pemilu 2024. Pesta demokrasi, yang tentu menonjolkan perjuangan kepentingan orang atau kelompok dalam "hitam putih" kalah menang, pada ujungnya seharusnya membawa warta kegembiraan dan sukacita  kebangsaan. Perbedaan dalam pilihan dan kepentingan politik tidak serta-merta "mengabadikan" polarisasi politik sehingga intensitas permusuhan meninggi dan berlama-lama. Polarisasi kepentingan itu memang wajar dalam sutau persaingan politik. Namun, kesadaran untuk menganggapnya sebagai sesuatu yang berlaku sesaat merupakan jalan kebijaksanaan yang akan mendatangkan daya rekonsiliasi. Rekonsiliasi adalah spiritualitas  persaudaraan kesebangsaan yang diletakkan pada kejernihan akal budi, sikap rendah hati, dan keikhlasan untuk saling memaafkan tanpa menyimpan rasa dendam  dalam hati. Rekonsiliasi bisa membantu orang untuk  memaafkan dan move on dalam hidup setelah pertengkaran atau perselisihan. Rekonsiliasi merupakan sikap  mendamaikan diri dengan kenyataan bahwa sesuatu dapat terluka oleh perubahan apa pun.

Rekonsiliasi dimaksudkan untuk membangun kembali dan memperbaiki hubungan yang rusak. Bagi kaum beriman, rekonsiliasi mengacu kepada karya Kristus yang telah menyelesaikan permusuhan manusia dengan Allah akibat dosa, yang dilakukan oleh Allah melalui kematian Kristus di atas kayu salib. "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!" (Rm 5: 10). Rekonsiliasi ialah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan. "Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian," (Kol 3: 13).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun