Mohon tunggu...
Pieter Sanga Lewar
Pieter Sanga Lewar Mohon Tunggu... Guru - Pasfoto resmi

Jenis kelamin laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paskah 2022: Gereja Sinodel "Berjalan Bersama"

19 April 2022   10:06 Diperbarui: 19 April 2022   10:12 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tanggal 10 Oktober 2021, Paus Fransiskus secara resmi membuka Sinode Para Uskup 2021-2023 di Vatikan. Kata sinode berasal dari kata (sinodos) dalam bahasa Yunani yang berarti 'sidang majelis',  'perkumpulan', 'pertemuan', 'bersama-sama' atau 'berjalan bersama'; semakna dengan kata concilium (konsili) dalam bahasa Latin.  Sinode Uskup berarti para uskup sedunia, sebagaimana orang Kristiani dulu, berkumpul untuk berdoa dan membuat keputusan tentang hal-hal yang memengaruhi semua komunitas Kristen di suatu wilayah. Mereka berkumpul dengan suatu keyakinan bahwa doa dan diskusinya akan mengungkapkan kehendak Allah dan cara untuk mencapainya. 

Gaung Sinode itu terus menggema membahana dalam seluruh kegiatan Prapaskah dan Paskah 2022, baik Gereja universal maupun Gereja partikuler. Dengan tema, "Bagi Sebuah Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi, dan Misi", umat Katolik dipanggil untuk saling mendengarkan secara aktif dan berbicara dengan hati. 

Inilah dialog hati, yang menuntut kerendahan hati, keterbukaan, kesabaran, dan perhatian penuh dari setiap orang untuk menawarkan rahmat kepada orang lain. 

Dialog hati ini merupakan rahmat kekuatan untuk "berjalan bersama" Gereja dalam menapaki realitas kehidupan manusia di milenium ketiga dan menunjukkan wajah sejati Gereja: sebuah "rumah" yang ramah, dengan pintu terbuka, didiami oleh Tuhan, dan dijiwai oleh hubungan persaudaraan.

Dinamika "berjalan bersama" ini dimaksudkan untuk mendapatkan cara pandang yang inovatif (mengembangkan  pendekatan baru dengan kreativitas dan keberanian tertentu); untuk menjadi Gereja yang inklusif (Gereja yang partisipatif dan bertanggung jawab bersama, yang mampu menghargai keragamannya sendiri yang kaya, merangkul mereka semua yang sering kita lupakan atau abaikan); untuk memiliki pemikiran yang terbuka (Gereja menghindari pelabelan ideologis dan memanfaatkan semua metodologi yang telah membuahkan hasil); untuk  mendengarkan masing-masing orang (belajar satu sama lain untuk merenungkan realitas dengan aneka wajah yang indah, sebagaimana dimaksudkan Gereja Kristus);  untuk memahami konsep kebersamaan Gereja yang bertanggung jawab (menghargai dan melibatkan peran dan panggilan unik setiap anggota Tubuh Kristus untuk pembaruan dan pembangunan seluruh Gereja); untuk menjangkau dialog ekumenis dan antaragama (bermimpi bersama dan berjalan bersama sebagai satu  keluarga umat manusia).

***

Sinode Para Uskup  akan menegaskan dan menggarisbawahi  tiga dimensi "berjalan bersama", yaitu persekutuan, partisipasi, dan misi (perutusan). Ketiga dimensi itu saling berkaitan erat karena merupakan pilar-pilar pokok dari Gereja Sinodal bagi semua yang telah dibaptis, baik hierarki maupun awam. 

Pertama, Gereja yang sinodal adalah Gereja yang "bertonggak" persekutuan.  Gereja bukan sekadar organisasi saja, melainkan kumpulan orang yang telah dibaptis dan yang menyadari bahwa mereka hidup bersatu padu berdasarkan firman Tuhan. 

Persekutuan yang dialami Gereja  menemukan akarnya terdalam dalam kasih dan kesatuan Trinitas. Kristuslah yang memperdamaikan manusia dengan Bapa dan mempersatukan manusia satu sama lain dalam Roh Kudus.

Gereja yang sinodal diilhami oleh Sabda Allah, digerakkan oleh Tradisi Gereja yang hidup, dan berlandaskan pada sensus fidei Magisterium Gereja. "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah", (Efesus 2:19). Yesus berkata,  "Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu, supaya kamu saling mengasihi sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi", (Yohanes 13:34-35).

Kedua, Gereja yang sinodal adalah Gereja yang "menggarami" partisipasi: Sebuah panggilan untuk keterlibatan semua orang yang menjadi anggota Umat Allah (umat awam, orang-orang hidup bakti dan para tertahbis) untuk terlibat dalam  mendengarkan satu sama lain secara mendalam dan penuh hormat.

Mendengarkan secara aktif berarti  menciptakan ruang bagi kita untuk mendengar Roh Kudus secara bersama-sama dan membimbing aspirasi-aspirasi umat untuk kehidupan Gereja Milenium Ketiga. Partisipasi didasarkan pada fakta bahwa semua umat beriman berkualitas dan dipanggil untuk saling melayani melalui karunia-karunia yang telah mereka terima masing-masing dari Roh Kudus.

 Dalam Gereja sinodal, seluruh komunitas umat Allah, dalam keragaman yang bebas dan kaya dari para anggotanya, dipanggil untuk bersama-sama berdoa, mendengarkan, menganalisis, berdialog, menimbang-nimbang, dan memberikan nasihat dalam membuat keputusan-keputusan pastoral yang  sedekat mungkin sesuai dengan kehendak Allah (ICT, Syn., 67-68). Upaya tulus pun harus dilakukan untuk memastikan kesertaan  mereka yang terpinggirkan atau yang merasa dikucilkan.

Ketiga, Gereja yang sinodal adalah Gereja yang "menghidupi" perutusan. Gereja ada untuk evangelisasi karena iman  Katolik  tidak pernah bisa berpusat pada diri kita sendiri. 

Perutusan  iman Katolik pada hakikatnya untuk memberi kesaksian tentang kasih Allah di tengah-tengah seluruh keluarga manusia dan untuk melanjutkan misi karya kesalamatan Allah. 

Demikianlah Gereja, yang mematuhi perintah Kristus dan digerakkan oleh rahmat cinta kasih Roh Kudus, hadir bagi semua orang dan bangsa dengan teladan hidup maupun pewartaannya untuk mengantarkan mereka kepada iman, kebebasan, dan damai Kristus. Dalam menjalankan tugas perutusannya tersebut, gereja dipanggil untuk memperhatikan sesama manusia, terutama mereka yang miskin dan menderita.

Proses sinodal "berjalan bersama"  ini memiliki suatu dimensi misioner yang mendalam. Hal ini dimaksudkan agar memampukan Gereja untuk memberikan kesaksian yang lebih baik tentang Injil, terutama kepada mereka yang hidup pada batas-batas pinggir spiritual, sosial, ekonomi, politik, geografis, dan eksistensial dunia kita. 

Dengan cara ini, sinodalitas menjadi jalan di mana Gereja dapat lebih berhasil memenuhi misi evangelisasinya di dunia, sebagai ragi yang siap membantu datangnya kerajaan Allah.

***

Paus Fransiskus, dalam Evangelii Gaudium, telah menyampaikan mimpi tentang Gereja yang tidak takut mengotori tangannya dengan melibatkan dirinya dalam luka-luka kemanusiaan;  sebuah Gereja, yang dalam perjalanan "salibnya", mendengarkan dan melayani orang miskin dan pinggiran. 

Dinamisme "melangkah keluar" menuju saudara-saudari sesama manusia, dengan kompas Sabda dan nyala api kasih Tuhan, "memerdekakan" Gereja dari tiga bahaya yang disoroti oleh Paus Fransiskus, yaitu formalisme yang mereduksi sinode menjadi slogan kosong, intelektualisme yang menjadikan sinode sebagai refleksi teoretis tentang masalah-masalah, dan immobilisme (keadaan tak bergerak) yang memakukan kita pada kenyamanan kebiasaan-kebiasaan kita sendiri karena tidak ada yang berubah.

Dalam Ensikliknya yang terbaru Fratelli Tutti, Paus Fransiskus meminta umat Katolik untuk berkomitmen bersama dengan saudara dan saudari kita dari gereja-gereja lain, umat beragama lain, dan semua orang yang berkehendak baik, membangun  persaudaraan universal dan kasih tanpa pengecualian, yang harus merangkul segala sesuatu dan setiap orang. Diusahakan selalu agar "berjalan bersama"  ini bertumpu pada pendengaran dan penghayatan Sabda Allah. 

Paus Fransiskus baru-baru ini menasihatkan,  "Marilah kita bersemangat membaca Kitab Suci, marilah kita membiarkan diri kita dikorek oleh Firman, yang mengungkapkan kebaruan Allah dan mendorong kita untuk mengasihi sesama tanpa lelah", (Fransiskus, Homili Hari Minggu Sabda Allah, 23 Januari 2022).

Gereja sinodal "berjalan bersama" saat ini merupakan sebuah narasi kemanusiaan dan keilahian manusia di tengah gempuran berbagai krisis: pandemi global, konflik-konflik lokal dan internasional, meningkatnya dampak perubahan iklim, migrasi, berbagai bentuk ketidakadilan, rasisme, kekerasan, penganiayaan, perang Rusia-Ukraina, dan meningkatnya kesenjangan di antara umat manusia. 

Di dalam Gereja, krisis ini juga ditandai dengan penderitaan yang dialami oleh anak-anak di bawah umur dan orang-orang dewasa rentan karena pelecehan seksual, penyalahgunaan kekuasaan, dan penyalahgunaan suara hati yang dilakukan oleh sejumlah besar klerikus dan orang-orang hidup bakti.

Namun demukian, pada saat yang sama, krisis global ini telah membangkitkan kembali perasaan kita bahwa kita semua berada di perahu yang sama, dan bahwa "masalah satu orang adalah masalah semua orang" (FT, 32). 

Artinya, berbagai krisis itu tidak hanya hadir sebagai realitas tantangan  an sich,  tetapi juga menawarkan peluang untuk memajukan revitalisasi Gereja dalam sejarah umat manusia. Dalam arti ini, jelaslah bahwa tujuan sinode ini bukanlah untuk menghasilkan lebih banyak dokumen. 

Sebaliknya, ini dimaksudkan untuk menginspirasi orang-orang untuk bermimpi tentang Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik:  untuk membuat harapan orang-orang berkembang, untuk mendorong kepercayaan, untuk membalut luka-luka, untuk menjalin hubungan-hubungan baru dan lebih dalam, untuk belajar dari satu sama lain, untuk membangun jembatan-jembatan, untuk mencerahkan pikiran, untuk menghangatkan hati, dan untuk memulihkan kekuatan ke dalam tangan kita demi misi kita bersama (PD, 32).

Oleh karena itu, Gereja sinodal "berjalan bersama" sepantasnya menghindari jebakan: keinginan untuk membimbing diri sendiri, bukannya dibimbing oleh Allah;  godaan untuk berfokus pada diri kita sendiri, bukannya kesempatan untuk membuka diri, melihat di sekeliling kita, memandang segala sesuatu dari sudut pandang lain, dan bergerak keluar dalam jangkauan misioner ke daerah-daerah pinggiran;  godaan untuk berfokus hanya pada struktur-struktur gerejawi, bukannya pada proses pembaruan struktur di berbagai tingkat Gereja, supaya mendorong persekutuan yang lebih dalam, partisipasi yang lebih penuh, dan misi yang lebih berhasil; godaan untuk tidak melihat melampaui batas-batas gerejawi,  bukannya  menjadi waktu untuk berdialog dengan orang-orang dari dunia ekonomi dan ilmu pengetahuan, politik dan budaya, seni dan olahraga, media dan prakarsa-prakarsa sosial.

Akhirnya, perayaan Paskah adalah perayaan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus, yang sejatinya menginpirasi umat Katolik untuk terus "bangkit" dari kelemahan imannya dan "berjalan bersama" membangun Kerajaan Allah: cinta kepada Allah dan kepada manusia. Selamat Paskah 2022. Tuhan memberkati kita semua.

_______

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun