Mohon tunggu...
Pieter Lomma
Pieter Lomma Mohon Tunggu... profesional -

talk anything, share everything, for better thing, but I'm remains nothing.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demon-Stration

3 November 2016   04:06 Diperbarui: 3 November 2016   04:30 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah sudah berapa artikel yang sudah ditulis oleh para Kompasianer yang berhubungan dengan rencana Demo 4 November ini. Dari yang pro maupun yang kontra, dari yang pengamat beneran sampai yang pengamat amatiran, sampai-sampai saya yang sudah lama nggak nulis dilapak inipun jadi pengin nulis lagi. Walaupun saya tidak tinggal di Indonesia, setidaknya tulisan ini adalah wujud dari rasa cinta tanah air saya terhadap Indonesia. Yah kalau bermanfaat silakan pakai, kalau tidak setuju tinggal buang di tong sampah...gampah toh?

Ingin sekali saya mengetuk sisi kemanusiaan tentunya yang membaca tulisan ini,  terlepas dari agama dan kepercayaannya, karena saya percaya setiap individu itu semenjak diciptakan sudah diberikan yang namanya "nurani" oleh Sang Pencipta, dalam pengartian ala saya yang masih kerdil dalam pengetahuan ini menyimpulkan bahwa "Nurani" (bukan nuraini lho) adalah karya orisinil Tuhan (tidak dibentuk oleh budaya, ras tertentu, tidak dibentuk oleh tingkat pendidikan dan bahkan bukan juga oleh agama) yang bertujuan untuk setiap manusia ciptaan Tuhan itu menjalani hidup berpihak kepadaNya.

Dalam tela'ah saya (setelah mengikuti perkembangan situasi politik tanah air utamanya di DKI) kok ada perkembangan yang berpotensi set-back ya, dalam perspectif saya, kita orang Indonesia terlalu banyak menghabiskan waktu, peluang, energi, emosi, pikiran dan banyak hal yang berharga tetapi bukan untuk sesuatu yang kurang memperbaiki kehidupan itu sendiri, tetapi justru malah sebaliknya.

It's okay berdemonstrasi adalah hak menyampaikan pendapat yang dilindungi undang-undang, tetapi ketika dengan jelas bahwa sejak awal banyak para elit (politik, agama dll)  melalui orasi-orasinya (ada yang menyebutnya sebagai kotbah sih) sudah menyerukan hal-hal yang mengerikan, pertanyaan saya "dimanakah nuraninya ya?" 

Menurut pendapat saya (si kerdil pengetahuan ini), kematian nurani adalah matinya intuisi manusia, atau matinya rasa hormat kepada Sang pencipta. Nurani yang seharusnya adalah nurani yang bertumbuh seiring berjalanya waktu - seperti pohon yang rindang dan banyak buah yang manis yang berdampak kepada kehidupan disekitarnya.

Dari pada tulisan ini ngalor ngidul, to the point saja, ini lho yang ingin saya sampaikan: Bahwa ternyata ada buanyaaak sekali lho,  orang yang tidak percaya bahwa manusia itu di ciptakan oleh Tuhan!  Pertanyaan saya, apa reaksi anda bila berjumpa dengan orang-orang semacam ini? ( yah mungkin ada yang santai aje... atau ada yang marah ... hehe silakan sikap masing-masing).

Mungkin saja pembaca bilang "omong kosong apa ini?" mana ada orang tidak mengakui (utamanya di Indonesia) bahwa manusia itu diciptakan oleh Tuhan !!!  Nah ini buktinya: Ada lho seruan untuk membunuh, memenggal kepala, dan hal-hal yang mengerikan terhadap sesama manusia dan bahkan seruan itu dilakukan atas nama Tuhan. Logika saya berkata begini; mana mungkin disisi lain Tuhan menciptakan manusia tetapi disisi lain Dia mengingini manusia bisa dibunuh sesamanya. Lha saya yang bukan Tuhan saja kalau pelihara dua ikan di dalam aquarium dan ikan itu saling menggigit, saya terus cepat2 pisahkan atau segera beri makan (barngkali lapar)  karena saya walau hanya membeli ikan (bukan menciptakan) takut salah satunya mati. Makanya tulisan ini juga sekalian saya tujukan untuk menyindir Tuhan, dengan berkata "Hello...please deh God....".

Do'a saya (pasti kepada Tuhan lah), semoga demonstrasi tanggal 4 November 2016 di ibu kota nanti berjalan tertib dan tidak ada kerusuhan, 

yang jelas demonstration is not demon-stration.

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun