Mohon tunggu...
Piere Septian
Piere Septian Mohon Tunggu... -

belajar adalah jalan ke Roma

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Papandayan Punya Cerita...

21 Januari 2015   05:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:42 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat itu tanggal 7 januari 2015, tak terasa libur semester yang panjang mulai terasa membosakan kepalaku terhitung sejak pertengahan desember lalu, tak banyak aktivitas yang bisa kulakukan selain bermain di sekitaran kota Bandung bersama teman rumahku.  Waktu terasa cepat ternyata  sekarang aku sudah semester 7, padahal seperti baru kemarin saja saat aku pertama mendaki Gunung Gede dengan savana edelwiesnya yang diberi nama Surya Kencana yang berada di Cianjur sana, hari itu pertama kali kakiku menginjakkan kaki di sebuah gunung tepatnya saat aku semester 3.  Di tanggal 6 januarinya sahabatku menghubungiku lewat sosial media yang sudah  familiar itu, katanya "jadinya besok kita pergi"? dia adalah Julkifli dia merupakan partner-ku mendaki beberapa gunung di Jawa Barat, sontak kubalas dengan penuh semangat kepada sahabatku ini "ya jadilah kan sudah bosan kita di nangor saja". Aku tinggal dirumahku di Cibiru namun banyak orang menyebutnya juga Cinunuk tapi aku lebih suka disebut Cibiru hehe,  sebuah perumahan tak mewah namun menyimpan beribu kisah yang membuat otak kanan dan kiriku selalu mengingatnya mulai dari kisah bahagia, sedih bahkan absurd pun ada. Sedangkan sahabatku Julkifli nge-kost di Jatinangor seperti anak rantauan lainnya yang kuliah ke Bandung. Hari-hari sebelumnnya kami berdua sudah bertemu dikosan dan akan menghilang dulu dari peredaran Cibiru-Jatinangor dan akan menuju Garut ingin mencari pengalaman sambil mengusir kebosanan libur ini (seperti anak muda sekaranglah hehe), namun tak terlintas di benak kami akan mendaki gunung familiar itu yang kami tahu hanya akan ke Garut ya melihat bagaimana keadaan kota disana hehehe...

Malamnya di tanggal 7 Januari itu ku-packing barang-barangku mulai dari sleepingbag, charger, sendal, baju, celana, dan makanan kumasukkan menjadi satu dalam kerirku yang hanya berkapasitas 35 liter terasa kecil pikirku apalagi rencana kami berdua akan menghilang selama 3-4 hari, tapi ah.. sudahlah bodo amat pikirku paling bajuku akan kupakai berulang-ulang. Karena besoknya akan berangkat akhirnya sekitar jam 7 malam aku menuju kosan Jul untuk bermalam disana saja supaya besok kami cepat berangkat dan juga agar dia tak menunggu sendiri dikosannya karena hari itu sedang musim KKNM (kuliah kerja nyata mahasiswa) di kampus sehingga Jatinangor sudah seperti kota yang hilang gairahnya, pikirku. Langsung saja aku pamit kepada ibu dan adik-adikku sambil kuminta adikku Ryan mengantarkan kedepan (jalan raya) dengan motor supaya tak terlalu sulit rasanya karena tenda dan kompor pun kujinjing begitu saja dan sisa perjalanan akan kuteruskan dengan menaiki angkutan umum. Akhirnya kira-kira setengah jam perjalanan aku sampai di depan gang Hegarmanah setelah sebelumnnya angkot yang kunaiki mengoper-ngoper diriku yang sedang sulit membawa banyak barang-barang ini.. Ah sudahlah tak boleh mengeluh pikirku sambil berjalan kaki menuju kosan Jul dan kedua tangan memegang tenda dan kompor dan menggendong kerirku aku bersemangat untuk hari esok.

Sesampainya di kosan Jul langsung kulepaskan segala beban yang menempel di badan dan tangan ini, bebas rasanya setelah perjalanan tadi kurasa sangat berat juga lumayan lah itung-itung pemanasan,

sambil aku berbasa basi dengan Jul menanyakan keberangkatan esok harinya, "Kemananya kita nak besok apa tak ke Cikuray saja kita merasakan samudra awan itu?" tanyaku sambil menggunakan logat ke-batak-kanku mengingat gunung ini pun berada di Garut.

"Ah sudahlah seperti rencana dulu saja naik ke Papandayan sajalah berdua, tadi Ahmad kuajak (teman kuliahku) tapi katanya masih di Sumedang dia kayaknya nggak ikut" Ungkap jul dengan datar, lalu jawabku agar tak terlalu garing "Ah mungkin mau ketemu pacarnya besok libur kerja mungkin pacarnya biasalah kayak tak kenal dia saja kau ini" sambil kubalas dengan senyum tipisku. Lalu karena kurasa lelah dan memang kondisi perut yang belum terisi akhirnya kuajaklah Jul untuk makan dan setelah makan akan berkunjung kekosan Suwatno (Subang) dulu untuk mengajaknya besok mendaki padahal rencana mendaki Gunung Papandayan ini terhitung sangat mendadak sekali. Setelah selesai makan akhirnya aku dan Jul berjalan menuju kosan suwatno tidak terlalu jauh dari kosannya Jul, sambil merasakan sepinya Jatinangor hanya dilalui beberapa orang dan motor yang biasanya banyak mahasiswa dan mahasiswi cantik lalu lalang kini seolah ditelan ombak di laut Pangandaran menjadikan sekitaran Jatinangor sepi. Setelah sampai kosan sohibku Suwatno aku membuka percakapan seperti biasa cara khasku untuk membuat temanku tersenyum duluan, biasanya aku selalu menanyakan hal-hal konyol bahkan tak terpikirkan oleh temanku, misalnya "naha maneh liburan didieu no, pan eweuh pantai didieu mah" atau no tumben ka nangor biasa oge di imah hahaha. Tapi setelah banyak berbincang-bincang denga Suwatno dan kebetulan ada temannya disitu Suwatno memberikan jawaban yang tak memuaskan bagiku (hehehe berlebihan dalam menulis tak apa) katanya ia tak bisa karena esoknya ia pun akan pulang ke Subang karena baru pulang dari Jakarta tadi siang. Ah yasudalah kukatakan kepada Jul mungkin besok kita mendaki berdua saja supaya lebih bisa mendapatkan makna dari apa itu "mendaki" pikirku siapa tau mendapat inspirasi menulis seperti Soe Hok Gie, meskipun teman-temanku mengatakan mendaki gunung tersebut tak sulit treknya dan terhitung dekatlah sekitar 2-3 jam untuk mencapai tempat nge-camp Pondok Saladah.

Waktu menunjukkan jam 10 malam dan kami berdua pun beranjak dari kosan Suwatno menuju kosan Jul untuk segera tidur, tidak disangka saat kami sedang berjalan sambil mengobrol dari jauh terlihat seorang teman menggunakan jaket parasut dengan celana sontog dengan wajah hitam manis dan senyum yang selalu menempel dibibirnya yang warnanya hampir menyerupai kulitnya, lalu kudatangi dia dengan cepat pas sekali depan rumah makan dimana aku sering makan dengan temanku yang lain (Yogi), kulihat dan langsung kubuat percakapan singkat

"eh Warrrnoto!! kemana kau War dihubungi sejak kemarim tak ngebalas saja, aduhh" lalu dengan wajah tanpa dosa dan dengan senyum lebar namun tidak memperlihatkan giginya yang kontras dengan kulitnya berkata

"aduh maaf yer paket habis jadi nggak sempat balas kemarin" lalu dengan cepat Jul memotong pembicaraan "kami besok mau ke papandayan berdua sama pier, ikut kau kau war?"

dengan rayuan busukku pun ku ajak dia tanpa sempat ia menjawab dahulu "ayolah war kan kau nggak pulang ke Indramayu sudahlah ikut kami saja, ada edelwies disana treknya tak sesulit Ciremai kok"

lalu dengan wajah agak sedikit mikir namun tetap dengan pasang senyum Warnoto pun mennjawab dengan logat agak kejawaan namun tetap memposisikan sebagai orang Indramayu "ah yauda.. aku ikut tapi aku mau ke pedro (nasi goreng) dulu makan lapar nih"

lalu aku dan Jul saling memandang dan Jul mengatakan "ah yauda ayo ku antar saja kau war, sekalian kekosan mu nnti packing barang-barangmu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun