Mohon tunggu...
Piere Barutu
Piere Barutu Mohon Tunggu... Administrasi - Citizen Journalism

Email : pierebarutu@gmail.com .

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dirgahayu Pakpak Bharat

28 Juli 2013   07:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:56 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_256980" align="aligncenter" width="614" caption="Piere Berutu di Kompasianival 2012"][/caption]

Cicak, cicak hewan ini kecil – kecil kontroversial juga tetapi bagi angkatan bapak dan ibu yang lahir di generasi saya tentu masih ingat lagu kesukaan kita dulu, cicak di dinding yang doyan melahap nyamuk yang bertugas sebagai predator imut. Menjelang perayaan puncak hari jadi Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, saya mengingat gambaran Cicak yang selalu di bawa – bawa oleh masyarakat Suku Pakpak dan Suku Batak pada umumnya, tetapi terlupakan.

Dalam setiap acara adat suku Pakpak, bisa terlihat mencolok gambar sepasang cicak melintas di leher pakaian adat / perjuangan yang di kenakan, begitu juga di bagian dada, setiap rumah adat mereka pun satwa ini kerap menemani miniatur tanduk kerbau, banyak makna yang di ungkapkan para tetua adat yang sebenarnya memiliki konteks serupa, bahwa Cicak telah semenjak dulu menjadi simbol hidup nenek moyak sebagian besar penduduk yang berasal dari Sumatera Utara.

Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi, beberapa hari ini sedang gegap gempita menyambut hari jadinya yang ke 10, di ayomi oleh Bupati Remigo Yolando Berutu, MBA sudah cukup banyak hasil yang bisa dirasakan dari hari ke hari, Suku Pakpak yang sering diidentikkan sebagai kerabat suku Batak namun sempat dinilai sebagai suku kampungan yang pemalas, tidak suka pakai baju dan hidupnya gemar di pedalaman hutan, ternyata setelah kampung halaman mereka ( lebbuh, kuta ) menjadi kabupaten dan di pimpin oleh putera – putera daerah terbaik, alhasil ketertinggalan selama ini, dengan kemauan masyarakat untuk maju dan dukungan penuh pemerintah, maka satu persatu anak – anak dari suku pakpak mulai muncul ke permukaan.

Visi dan misi tulus dari Bupati periode sebelumnya sampai kini Remigo Yolando Berutu yang juga senang menjumpai masyarakatnya yang nota bene adalah keluarga, membuat busur yang ditariknya dari kompleks Panorama Indah Sindeka mampu melesat, menurut media cetak dan online kemarin di Sumatera Utara, perwakilan masyarakat telah menyerahkan contoh hasil bumi pertanian yang terbaik kepada Bupati yang di dampingi isteri Ny Made Tirta, Remigo Yolando Berutu sumringah menerima hasil tani warga, Kepala daerah yang memimpin mayoritas penduduk beretnis Pakpak ini pernah tercatat menerima penghargaan Citra Bhakti Abdi Negara untuk 12 Bupati / Walikota terpilih dari 125 kabupaten kota se Indonesia.

Pertanian dan peternakan memang masih sangat menjadi andalan penunjang perekonomian di sini, antara lain Jeruk dan Kopi, getah Karet serta Kemenyan, beberapa warga masih ada yang menggunakan Cicak sebagai penunjuk lokasi yang subur dan obat bila ada ternak yang mengalami sakit kulit, tubuh Cicak bisa menjadi bahan baku ampuh untuk penyembuhan selain itu sebenarnya masih banyak lagi yang harus di angkat menjadi perhatian khusus, pemandangan alam yang memukau, gemericik air terjun belum lagi peninggalan budaya patung – patung beserta artefak purbakala yang sebagian malah telah hilang karena tidak terjaga.

Mereka di sini dan yang sudah mencari peruntungan di tempat lain sebenarnya masih bisa terus maksimal bahu membahu mengangkat dan mengenalkan Pakpak Bharat, tugas moral ini akan berdaya pikat manakala masyarakat Pakpak jangan mudah untuk terpisah – pisah, di lebbuh (kampung) maupun di daerah perantauan lain , acapkali berulang persoalan politik menjadi cikal bakal keretakan yang sulit menemukan penambalnya, akibatnya kesatuan sebagai keluarga besar bisa terjerembab.

Meskipun sekenario hitam imbas dari politik ini kerap mewarnai sebenarnya solusi sederhana yang tidak akan bisa di tolak untuk menjadi alat pemersatu kelompok yang pecah kongsi adalah, dengan mengundang seluruh warga / kelompok untuk Mangan Pelleng ( kumpul makan bersama nasi kuning makanan khas Pakpak), dan kembali menjadi keluarga yang utuh.

Bila Cicak bisa berbicara dan mengetahui ada kelas executive buat mereka di ujung pulau Sumatera tentu saja akan terjadi migrasi besar – besaran, Cicak di lambangkan sebagai tanda kesuburan dan kelincahan beradaptasi, falsafah ini secara mendasar di praktekkan secara langsung oleh Suku Batak dan Pakpak, dimana pun berada mereka bisa masuk dan hidup tanpa perlu mengganggu, namun kalau terusik suaranya akan terdengar kemana – mana, Cicak otomatis selalu berperan aktif menjaga daerahnya bersih dan sering menyatakan kebahagiaannya dengan bernyanyi indah, ckckckckckck

Dirgahayu Kabupaten Pakpak Bharat

Njuahnjuah Banta Kerina.

(28 Juli 2013)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun