Trigger Warning: Tulisan ini berisi konten yang mungkin memicu reaksi emosi atau trauma termasuk kesedihan atau kekerasan
"Surat rujukannya, mbak. Semoga lekas pulih ya."
Dara menerima surat rujukan dari dokter spesialis penyakit dalam. Sudah banyak dokter yang dia kunjungi tapi tak satupun yang membuat Dara membaik. Kali ini dia mengalah dan mengikuti anjuran dokter untuk berkonsultasi dengan Psikiater.
"Terima kasih, dok." sambut Dara kosong.
Danurdara, perempuan berumur 26 tahun yang masih belum memiliki target menikah. Menurutnya, menikah bukanlah keharusan. Hanya bisa dilakukan oleh mereka yang mampu. Karirnya boleh dibilang cukup baik.
"Dara, kamu yakin nggak mau aku temenin?" Katherine menawarkan diri menemani Dara untuk check up pertama kalinya ke Psikiater.
"Aman, Kat. Aku bisa sendiri kok." Dara meyakinkan sahabatnya.
Dara menunggu di kursi antrian sambil memandangi nomor antrian digenggamannya.
"Poli jiwa"Â Dara membaca tulisan yang ada di depan ruang tunggu dokter dengan suara setengah berbisik.
"Ibu Dara..." perawat di ruang tunggu memanggil Dara.
Langkah Dara seolah tak yakin dengan apa yang dia lakukan. Yang dia rasakan selama ini adalah gangguan kesehatan  dan pola tidur yang berantakan. Dara memang sudah sejak remaja menderita asam lambung. Dan keluhan itu juga yang dia rasakan semakin mengganggu dan menyiksanya hampir setahun belakangan. Bolak balik rawat inap dalam beberapa bulan terkahir, semua prosedur medis sudah dijalani termasuk endoskopi tapi dokter bilang tidak ada yang mengkhawatirkan. Kondisi Dara diperburuk dengan pola tidurnya yang kacau. Dia bahkan tidak mengantuk sama sekali dalam beberapa hari. Tensi darahnya drop. Sembarangan obat yang memancing rasa kantuk dia konsumsi tapi tak bereaksi.