Davina kembali tak merespon. Dan dari beberapa hal aku belajar, Davina bukan tak merespon. Dia memilih untuk tidak mengucapkan hal yang tak baik sebagai responnya.
"Bicaralah."
"Tentang?"
"Tentang susu yang kemarin kau kirim. Tentang air minumku yang berubah menjadi hangat, padahal sebelumnya aku minum air es. Tentang tasku yang selalu tertutup dengan sendirinya ketika aku pergi dan membiarkannya terbuka begitu saja."
Davian kembali tak merespon. Ok. Ini bukan topik penting untuknya.
"Tentang bagaimana mereka memperlakukanmu. Tentang marahmu yang tak pernah kau perdengarkan."
Davina menatapku dalam. Sekian bulan aku hampir tak pernah berani menatap mata tajamnya.
"Aku tak ingin membuatmu merasa salah. Aku ingin kau selalu benar. Bahkan ketika kau salah menilaiku."
"Nggak ngerti."
"Jaga kesehatanmu. Tetaplah sehat."
Sungguh.. Ingin sekali rasanya aku mencakar-cakar meja kami sore itu. Davina benar-benar membuatku terlihat tolol.