Davina
Aku tak terlalu mengenal pribadi perempuan aneh itu. Jelas dia aneh. Sejak awal pertama kali pertemuan kami, dia yang masih berstatus karyawan baru bahkan tak sedikit pun menunjukkan sikap ramahnya pada kami. Tanpa senyum, nada bicara datar, tapi pandangan matanya begitu tajam.
Sampai kami dipertemukan dalam satu team, dan semua penilaianku tentangnya berubah. Dia mematahkan semua penilaian awalku tentangnya.
Davina, perempuan introvert, yang irit bicara, kaku, bukan pribadi yang menyenangkan dan entah bagaimana bisa bekerja di dunia restaurant yang menjunjung keramahtamahan. Bahkan terhitung senior di bidangnya.Â
Davina bahkan nyaris tak pernah mengucapkan salam ketika melihatku datang. Betapa beraninya dia tak menghargai atasannya. Ketika aku memberikan instruksi kerja padanya, Davina hanya akan menjawab 'Baik Pak', lalu bergegas pergi.
"Pak, tadi ada yang nganterin susu ber*ang buat Bapak." Security yang bertugas pagi itu memberikanku sekaleng susu yang masih dingin.
"Dari siapa ya, Pak?" Tanyaku aneh.
Aku tak mendapat jawaban apa pun. Tapi entah kenapa, hatiku menuntunku pada Davina.
Tadi ke outet kirim ini, ya? Tanyaku sambil mengirimkan foto susu kaleng yang ada di tanganku lewat whatsapp.
Kenapa tanya aku? Balas perempuan aneh itu.
Intuisi. Dan intuisiku jarang salah.