Setengah musim tak mungkin menjelaskan tentang rumput liar yang mengakar,
Tumbuh, dibunuh
Lalu tumbuh dan dibunuh lagi. Begitu saja seterusnya, tanpa pernah jadi tinggi
Tentang pohon beringin rindang yang digelayuti ayunan dari tambang dan ban bekas kendaraan
Kolong tempat anak-anak bermain ayunan, bergelantungan seperti kera
Mereka bilang bermain ayunan di kolong sana seperti berayun ke surga
Seringnya membuat lupa pulang dan kembali pada Ibu yang memanggil mandi sore
Lalu menjelang senja, diantara awan tebal dan gerimis yang mulai turun
Aku sambangi kokohnya, kucakapi heningnya, kunikmati nokta lembayungnya
tangan-tangan kecil yang diayun angin seolah meraihku mengajak berdialog
Tentang parit kecil yang mencekik dililit tambang, tentang  gores yang hampir dimana-mana
Tentang semua yang dipatahkan, dan terpatahkan
Tentang ciuman manis para manusia di bawah ketiak-ketiaknya
Tentang air mata anak adam yang melaut karena patah hati
Tentang hening yang tak terdengar alam
Sesekali daun-daun coklat jatuh menyelip diantara rambut gimbalku
Kukutip untuk kubawa pulang, walau entah untuk apa
Benar!
Aku lupa pada Ibu yang menungguku pulang untuk mandi sore
Kutegakkan tekuk lututku, kusiapkan kakiku untuk melangkah pulang
Samar aku dengar rumput diujung kakiku bersabda
"Yang kau kutip untuk kubawa pulang tanpa alasan itu adalah yang selalu kulindungi agar tak tersentuh debu bumi, tak terhantam keras tanah"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H