Aku masih berusaha memahami isi kepalamu
Yang bangunmu selalu lebih awal dari mentari lalu sibuk menjelajah isi dapur untuk membuat perut seatapmu kenyang
Entah kau lupa atau memang menolak pikun, senjamu bahkan sudah sejak bertahun lalu
Entah kau ego atau terlalu cinta, kami bahkan sudah menua jua sepertimu
Lambat-lambat dengan keriput bergelantungan kau nyalakan api birumu
Kau bilang kau tak punya susu lagi di kulkas, hanya teh hangat dengan sedikit gula
Selebihnya, terasa manis karena ada bayangmu tertinggal di cangkir tehku
Sudahlah, ma
Semesta pun tau tak ada yang lebih besar dari hatimu. Dia bahkan tunduk mengakui kalau hatimu jauh lebih besar darinya
Semesta bilang,
Hatimu adalah sesungguhnya keindahan fidaus
Terkadang ketika aku berdialog dengan semesta yang mengujiku lewat keindahan senja, malu-malu dia mengakui
Sinar mataku bahkan mengalahi jingga
Keriput yang menggantung di seluruh tubuhmu, bahkan lebih anggun dari stalaktit
Jadi
Sekali saja tolong jangan buat aku malu dengan bangunmu yang lebih awal dari mentari
Biarkan aku sesekali merasa menang dan bangga dengan sepiring nasi goreng bawang putih untukmu
Maklum saja, aku tak sepandai tanganmu ketika meracik cinta yang bisa mengenyangkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H