Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Simalakama Pondok Mertua Indah

8 Agustus 2014   20:44 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:02 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan adalah salah satu tahap yang sakral dalam kehidupan. Oleh karena itu, pernikahan diberi penghormatan khusus dalam agama dan kebudayaan kita. Dua insan, laki-laki dan perempuan “meninggalkan” keluarga-nya untuk membentuk satu keluarga baru. Idealnya, mereka yang telah memutuskan untuk memasuki rumah tangga baru ini memiliki komitmen sekuat baja menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Saling setia dalam senang dan susah, suka dan duka.

Namun seringkali mahligai rumah tangga ini harus berhenti di tengah perjalanan. Komitmen untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga dikalahkan oleh hal lain yang berujung pada perceraian. Beberapa penyebabnya antara lain masalah ekonomi, ada orang ketiga, tidak punya keturunan dan beberapa sebab yang lain.

Penyebab lain keretakan rumah tangga yang awalnya seringkali kurang disadari awalnya adalah campur tangan orang tua dalam masalah rumah tangga anak-anaknya. Campur tangan ini sangat mungkin terjadi jika pasangan yang berumah tangga tinggal dekat orang tua, atau malah tinggal serumah dengan orang tuanya atau yang sering disebut dengan nada guyon, tinggal di Pondok Mertua Indah.

Tidak selamanya buruk sih, ada juga manfaatnya. Tapi dampak negatifnya juga tidak kalah bahayanya. Mari kita lihat satu persatu.

Manfaat

Jika pasangan yang berkeluarga belum begitu mandiri secara finansial, tinggal di rumah orang tua dapat membantu keluarga baru untuk mengefisienkan pengeluaran mereka. Paling tidak bisa hemat biaya tempat tinggal, biaya air, listrik dan seterusnya. Jika orang tua mampu dan berbaik hati, pasangan pun bisa nebeng  biaya makan minum sehari-hari. Manfaat lain, jika keluarga telah dikaruniai anak, orang tua atau mertua pasti dengan senang hati membantu merawat anak tersebut. Hal ini sangat membantu terutama untuk pasangan yang keduanya, baik suami maupun istri meniti karir. Menitip buah hati pada nenek atau kakeknya tentu lebih aman dan low risk, ketimbang menitip pada baby sitter yang belum tentu dikenal baik tabiatnya.

Negatif

Selain manfaat di atas, ada juga kerugian yang bisa terjadi jika tinggal bersama orang tua. Dari segi finansial mungkin keluarga akan terbantu dengan subsidi dari orang tua, tapi dampak negatifnya adalah timbulnya ketergantungan. Anak yang notabene sudah menjadi keluarga baru mestinya memiliki tanggungjawab penuh terhadap keluarganya. Selain ketergantungan finansial bisa terjadi juga ketergantungan terhadap keputusan-keputusan dari orang tua atau mertua. Padahal keluarga baru sudah mesti mandiri mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangganya. Disinilah celah yang bisa memicu keretakan rumah tangga. Orang tua atau mertua yang diberi ruang terlalu lebar untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan anak-anak mereka justru dapat menjadi “orang ke-tiga” dalam bentuk lain. Mungkin tujuan mereka baik, tapi bagaimanapun juga setiap rumah tangga itu unik, dan hanya pasangan yang bersangkutan saja yang sepenuhnya memahami masalah rumah tangga mereka. Jika nasihat dari orang tua bisa membawa solusi terhadap masalah yang terjadi, ya syukur. Tapi seringkali justru orang tua yang membuat masalah tersebut semakin kompleks, apalagi kalau dalam memberi pandangan kurang bisa netral, lebih condong membela anak sendiri dan cenderung menyalahkan menantu. Mungkin pada awalnya menantu bisa menerima keadaan tersebut dan bersabar sebisa mungkin. Tapi lama kelamaan jika perasaan jengkel sudah terakumulasi sedemikian rupa dan tidak bisa ditahan lagi, konflik baru pun bisa pecah. Akhirnya masalah yang semula hanya istri versus suami, menjadi konflik yang lebih panjang yaitu istri versus suami versus mertua, atau kalau skalanya sudah besar bisa jadi konflik antar orang tua kedua pasangan.

Hal negatif berikutnya jika tinggal serumah dengan orang tua adalah pada saat pasangan dikaruniai anak. Nenek dan kakek pasti senang dapat mengasuh cucu mereka. Rasa sayang mereka pun sepenuhnya dicurahkan untuk cucu tercinta. Apapun yang diinginkan cucu selalu berusaha dipenuhi oleh kakek neneknya. Akibatnya bisa saja anak lebih lengket kepada kakek neneknya dibanding orang tuanya sendiri. Buah hati tercinta pun bisa tumbuh menjadi anak yang manja karena sejak dini dia sudah terbiasa mendapatkan keinginannya. Sikap manja yang berlebihan tidak baik untuk perkembangan kejiwaan anak.

Oleh karena itu idealnya, pasangan yang memasuki jenjang pernikahan sudah mesti mempersiapkan diri sejak awal. Bukan semata persiapan mental, tapi juga persiapan finansial, termasuk memikirkan memiliki rumah sendiri. Untuk tahap-tahap awal rumah tangga jika kemampuan finasial belum memungkinkan, mungkin bisa mencari rumah kontrakan sambil menabung untuk memiliki rumah sendiri. Tinggal berjauhan dengan orang tua juga sebenarnya baik untuk menjaga hubungan. Saya jadi ingat pepatah ini, “dekat bau tahi ayam, jauh bau bunga.” Artinya keluarga itu bila berjauhan biasa harmonis dan rukun, tapi justru kalau selalu berdekatan selalu ada saja perselisihan dan masalah.

Tapi kalau memang terpaksa harus tinggal bersama orang tua karena satu dan lain hal, pasangan sejak awal mesti memantapkan komitmen untuk menjaga hubungan baik dengan orang tua tapi tetap menjaga jarak agar intervensi mereka jangan terlalu jauh masuk ke masalah-masalah rumah tangga yang sifatnya prinsip. Begitu pula saat membesarkan anak, walaupun anak dekat dengan dengan kakek neneknya, kedua orang tua tidak boleh lalai dengan peran mereka sebagai orang yang bertanggungjawab penuh terhadap tumbuh kembang buah hatinya. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun