Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Republik Tertawa

17 Januari 2016   15:49 Diperbarui: 17 Januari 2016   16:24 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ledakan bom di Jakarta tiga hari lalu (14/1) meninggalkan sebuah refleksi yang menarik diamati. Sesaat setelah  berita kejadian itu tersebar, ungkapan kemarahan dan kesedihan mewarnai media sosial kita. Sekejab kita merasa dirundung ancaman bahaya. Tapi rupanya fenomena ini hanya berlangsung beberapa jam.  Setelah itu, masyarakat kembali bangkit dari rigidity-nya.

Yang terjadi kemudian respon media sosial berbalik. Sisi-sisi jenaka masyarakat kita menyeruak ke permukaan. Meme lucu tentang teroris bermunculan, hadir cerita tentang pedagang sate dan kacang di sekitar TKP sampai muncul “polisi” guanteng yang membuat cewek-cewek dan ibu-ibu histeris.

Hampir sulit membayangkan beberapa saat sebelumnya ada peristiwa maut yang cukup menggetarkan hati  nurani kita.

Coba amati fenomena pertelevisian kita, sejumlah acara televisi yang memiliki rating tinggi dihuni oleh acara komedi, atau kalau acara ber-genre lain, menyelipkan komedi sebagai bumbu acaranya. Beberapa program mengandalkan humor slapstick sampai kena semprit berkali-kali oleh KPI tapi tetap sukses meraup penonton.

Beberapa orang beropini, mungkin acara-acara seperti itu diminati karena menjadi pelarian dari beratnya beban hidup yang harus dipikul masyarakat, mulai dari masalah ekonomi, gonjang-ganjing politik dan masalah sosial budaya disekitarnya. Masyarakat butuh hiburan, sesuatu yang bisa ditertawakan agar sejenak bisa melupakan beban hidupnya.

Analisis itu bisa jadi benar. Tapi bisa jadi juga memang kita adalah bangsa yang punya “selera humor”. Sejak kecil kita selalu diajarkan untuk ramah dan akrab dengan orang disekitar kita. Untuk mengakrabkan diri dengan orang baru kita sering mencari hal-hal lucu disekitar kita. Setelah tertawa bersama, jarak pun berkurang sehingga senyum serta tawa telah menjadi bagian dari budaya masyarakat kita.

Menertawakan sesuatu, menertawakan orang lain atau diri sendiri tentu punya imbas positif maupun negatif. Tapi sesuai tema, kali ini kita akan mengupas sisi positifnya saja.

Dengan tertawa, kita memanggil energi baru ke dalam diri kita. Entah itu untuk menjatuhkan orang lain, untuk menenangkan diri atau untuk bangkit dari keterpurukan. Saat menertawai diri sendiri karena melakukan kesalahan, kita jadi memiliki perspektif baru dari memandang sebuah masalah. Ini amat membantu kita agar besok hari tidak jatuh pada kesalahan yang sama.

‘Menertawai’ teroris lewat tagar #kamitidaktakut, bahkan banyak yang melengkapinya dengan aneka meme lucu yang langsung memudarkan image sangar dari para teroris, membuat kita bisa melihat mereka dari perspektif baru. Peristiwa maut yang ditimbulkan oleh tindakan anarkis mereka memang patut membuat kita berbela rasa dengan para korban beserta keluarga yang ditinggalkan. Tapi setelah mencucurkan air mata, kita harus tetap tersenyum dan tertawa karena kita adalah bangsa yang besar dan telah teruji oleh berbagai bencana dan permasalahan.

Saat harga bensin naik kita tersenyum sumringah karena harus lebih sering makan tempe. Saat sedang berdesak-desakan mengante BLT kita tertawa karena ada yang kentut, sehingga beberapa orang menjauh dan antrean menjadi lebih lapang. Saat para anggota Dewan Perwakilan Rakyat mau studi banding ke luar negeri kita bersyukur karena mereka berhasil mewakili kita jalan-jalan keluar negeri. Saat terjadi bencana alam besar di negeri ini, di tengah-tengah duka mendalam masih ada yang berpikiran positif dengan mengatakan “Mesti tetap bersyukur walaupun sudah tak terselamatkan lagi, jenazah almarhum telah ditemukan.” Saat terjadi kebakaran hutan parah, masih ada yang bisa ber-selfie ria diantara kabut asap.

Dengan segala dinamikanya, mungkin inilah salah satu karakter khas bangsa ini. Senyum dan tawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun