Aku tidak butuh kuas, cat dan kanvas
juga lembah hijau penuh Krisan dan Anyelir
atau danau mungil dan angsa-angsa kasmaran
Langit adalah kanvasku
awan-awan, petir dan purnama adalah kuasku
batin dan peperangan di dalamnya adalah panoramaku
aku pelukis langit.
Aku membentuk awan-awan seperti butiran pasir
memahat halilintar seperti seniman ukir
dan menghiasinya dengan bintang-bintang, gerimis dan hujan
lukisanku sempurna dalam diam dan hening malam
lukisanku sempurna dalam semarak dan gempita siang
Lalu gadis bumi berambut merah senja membuatku jatuh cinta
dia melukis dengan kanvas, cat dan kuas
kemudian mengembuskan cerita dan mimpi ke dalam lukisannya
Aku akan membawanya meninggalkan kefanaan
menuju Ephamus, kota di atas awan
dan kuajari melukis langit dengan ketulusan.
Tapi mahatari pagi ini datang terlalu cepat
membuyarkan mimpi menjadi kenyataan
meluruhkan manis ke dalam pahit.
Kanvas langitku akan segera jadi gulungan sejarah
disegel oleh kutuk
dibenamkan oleh dimensi
ke tempat terdalam yang hanya bisa dibuka pertumpahan darah.
---
kota daeng, hari Nyepi 2017
(terinspirasi dari draft cerpen yang belum kelar)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H