Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membangun Toleransi di Era Sosial Media

14 September 2016   14:26 Diperbarui: 14 September 2016   20:22 1751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari: blogs.thenews.com.pk

Dalam catatan sejarah, kita bisa melihat “agama” adalah identitas yang kerap menuai perbedaan dan konflik di dalam masyarakat. Padahal agama apapun mengajarkan cinta kasih dan perdamaian di antara umat manusia sebagai sesama ciptaan Tuhan.

Salah satu penyebabnya adalah pemahaman yang masih rancu antara iman dan agama. Keimanan adalah sesuatu yang tidak kasat mata, konseptual dan menjadi sandaran pondasi agama. Keimanan adalah kemampuan manusia menerima segala sesuatu dengan mata batinnya bukan dengan mata ragawi dan pembuktian ilmiah. Sedangkan agama adalah implementasi dari keimanan kita yang diikuti sejumlah kaidah-kaidah yang sifatnya lebih kasat mata dan duniawi. Agama hanya mengantar seseorang menghayati keimanannya sehingga keimanan levelnya lebih tinggi daripada agama.

Sayangnya masih banyak orang yang hidup keagamaannya berkisar pada “agama”-nya saja, belum sepenuhnya sampai pada keimanan yang diharapkan. Ini bisa memupuk sifat intoleransi dan fanatisme sempit. Jadi jangan heran, pemicu kecil saja dapat menjadi konflik besar di tengah masyarakat kita.

Tantangan Era Medsos

Membangun toleransi antar umat beragama pada era teknologi informasi seperti saat ini bukan hal mudah. Setiap saat arus informasi bergerak dengan deras dari sumber-sumber informasi sampai ke penerimanya. Melahap apa saja yang disajikan media telah menjadi gaya hidup masyarakat kita. Informasi itu sendiri sebenarnya bersifat netral, namun setelah melewati media dan kepentingannya, apalagi sampai ke penerima tanpa filter logika yang baik, informasi bisa jadi terdistorsi.

Idealnya pembaca harus menelusuri kata demi kata dalam berita atau artikel memahami informasi yang disajikan dengan baik. Sayangnya, masyarakat kita cenderung suka menekan tombol share tanpa membaca artikelnya terlebih dahulu, ditambah lagi dengan komentar yang emosional. Padahal judul berita bukanlah informasinya, melainkan potongan informasi.

Ini berlaku pula untuk informasi yang terkait dengan isu-isu agama. Saat muncul berita tentang Masjid yang terbakar, pembaca cenderung memiliki mindset kalau pelakunya orang-orang yang beragama Kristen. Begitu pula sebaliknya, saat ada yang melempar bahan peledak ke gereja, orang akan berpandangan bahwa pelakunya adalah orang-orang yang beragama islam.

Padahal belum tentu seperti itu. Kalaupun benar pelaku adalah orang yang memiliki agama berbeda, sekali lagi agama hanyalah identitas, tidak menjamin keimanan seseorang. Dan oknum yang bersangkutan sama sekali bukan representasi seluruh umat agama yang dianutnya.

Membangun Toleransi

Seringkali saya amati artikel-artikel tentang agama berujung pada membanjirnya komentar dari netizen. Adu argumen dan debat dunia maya pun tidak terhindarkan lagi. Karakter netizen saat menyampaikan uneg-unegnya juga beraneka ragam, mulai dari yang sopan santunnya masih terjaga sampai yang berkomentar cadas dan menyerang simbol-simbol keimanan netizen yang lain. Ini adalah fenomena yang tidak sehat dalam membangun toleransi.

Salah satu jurus untuk membangun toleransi adalah dengan dialog antar umat beragama. Dialog yang dimaksud di sini memiliki makna yang lebih luas daripada sekedar percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog ini bisa diimplementasikan berbeda sesuai dengan segmen masyarakat yang disasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun