Siang tadi (9/9) pada program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Mario Teguh memberi klarifikasi mengenai berita kurang sedap yang menghantam dirinya beberapa hari terakhir ini. Berita tersebut mencuat setelah Ario Kiswinar mengakui Mario Teguh sebagai ayahnya dan dirinya telah ditelantarkan selama ini. Pengakuan itu diekspos dalam program Hitam Putih Trans7 Rabu (7/9) lalu.
Ada beberapa hal yang bertentangan, jika kita mencoba membandingkan pernyataan Mario Teguh dan pernyataan Ario. Tapi tulisan ini bukan untuk menelisik statement versi siapa yang paling benar. Itu pekerjaan yang sulit.
Klarifikasi Mario Teguh menjadi menarik karena motivator yang terkenal dengan Salam Super itu kemudian memberi tantangan kepada Ario untuk melakukan tes DNA. Ini menjadi seperti statement kunci yang diharapkan bisa membuktikan kebenaran dan membuka mata pemirsa sekalian.
Menurut pengakuan Mario Teguh sebenarnya permintaan melakukan tes DNA sudah dilakukan oleh Mario Teguh kepada Aryani (mantan istrinya) saat Ario masih kecil. Namun Aryani tidak pernah mengizinkannya. Rupanya saat itu, ayah dan ibu ini sudah mengalami perbedaan pendapat mengenai status Ario. Ini indikasi sebuah skandal rumah tangga mungkin saja telah terjadi.
Saya berandai-andai, jika saja saat itu tes DNA benar-benar dilakukan, mungkin masalah ini tidak akan muncul ke permukaan. Namun situasi dan kondisi keduanya 30 tahun lalu tentu berbeda dengan saat ini. Memang Aryani-lah pemegang kunci lemari kebenarannya, tetapi permintaan seperti itu tentu sangat emosional bagi seorang wanita, entah Aryani berada di pihak yang salah atau benar.
Kita belum tahu apakah tantangan Mario Teguh ini akan disambut oleh Ario atau tidak. Tetapi mari kita melihat masalah ini dari perspektif yang lain.
Jika diamati, untuk kasus-kasus seperti ini media memiliki peran yang sangat strategis. Media telah menjadi semacam jembatan sekaligus pemisah antara manusia yang satu dan manusia yang lain. Jika saja program acara Hitam Putih Trans7 tidak mengekspos curhatan Ario, kita mungkin tidak akan pernah tahu masa lalu seorang Mario Teguh. Mungkin juga Mario Teguh tidak akan memberi perhatian khusus kepada Ario seperti saat ini.
Memang peradaban telah berubah. Kaum yang tidak mau mengikuti perkembangan akan tergerus dengan sendirinya. Kita hidup pada zaman dimana nilai-nilai silahturahmi telah beralih rupa sedemikian rupa. Jika dulu silahturahmi diaktualisasikan dengan kunjungan dan sapaan fisik, saat ini karena manusia semakin sibuk dan teknologi komunikasi telah berkembang, silahturahmi dapat dilakukan lewat gadget dan media sosial.
Dahulu, telepon kita hanya dapat mengantarkan suara tanpa ekspresi, kini teknologi kita dapat menghadirkan ekspresi dan emosi hampir sama dengan aslinya. Padahal di dunia nyata kita sedang terpisah ribuan kilometer jauhnya.
Tapi di sisi lain, hubungan interpersonal dengan model seperti ini, dimana teknologi menjadi media komunikasinya juga bisa membawa dampak lain bagi kita. Kita telah jatuh pada gaya hidup dimana nilai-nilai silahturahmi direduksi sedemikian rupa menjadi tidak lebih besar dari ukuran gadget atau pesawat televisi kita.
Sudah jamak kita lihat, dua pihak yang sedang berpolemik sahut menyahut lewat media. Padahal mungkin saja masalah mereka lebih cepat diselesaikan jika kedua pihak bertemu, jauh dari sorotan kamera dan intervensi pembawa acara. Pembicaraan akan lebih cair jika kedua pihak mampu berbicara dari hati ke hati. Sekalipun tidak terjadi titik temu antara keduanya, itu hanya akan jadi milik mereka.