[caption id="" align="aligncenter" width="780" caption="Ilustrasi kompasiana / kompas.com"][/caption]
Dalam lingkungan kerja, konflik merupakan dinamika yang lumrah terjadi. Bahkan ada ungkapan dalam dunia manajemen kalau tugas terakhir seorang manajer adalah menyelesaikan konflik. Membuat program kerja, mengaktualisasikan program kerja tersebut, mengarahkan dan mengendalikan sumber daya serta evaluasi adalah keterampilan manajerial yang harus dimiliki seorang manajer. Namun tugas-tugas itu menjadi paripurna jika manajer juga memiliki keterampilan mengelola konflik.
Konflik sendiri merupakan konsekuensi logis dari interaksi antar manusia, karena kita masing-masing memiliki perbedaan pikiran, cara pandang dan kepentingan. Itu belum termasuk perbedaan yang diakibatkan lingkungan kita, seperti perbedaan budaya, ideologi dan aneka perbedaan lain. Sehingga untuk menyatukan sejumlah orang dalam sebuah tim kerja untuk mencapai gol bersama seringkali mengakibatkan terjadi gesekan demi gesekan. Hal ini bisa bermuara kepada konflik yang dapat menguras konsentrasi dan energi tim sehingga pencapaian target kerja menjadi kurang maksimal.
Walaupun demikian pada beberapa organisasi justru konflik dipelihara dengan caranya sendiri. Konflik memang memiliki energi yang bisa menurunkan produktifitas, namun bila mampu dikelola dengan baik energi konflik ini justru dapat digunakan untuk meningkatkan produktifitas tim. Saya mengulasnya dalam tulisan sebelumnya mengenai bagaimana memanfaatkan konflik untuk mencapai peningkatan kinerja organisasi.
Kali ini kita akan membahas bagaimana jika konflik yang terjadi adalah konflik yang bersifat negatif yang terjadi antara kita dan rekan kerja. Baik itu konflik yang bersifat vertikal antara atasan dan bawahan, atau konflik horizontal antara sesama rekan kerja. Sedapat mungkin kita harus meminimalkan segala pemicu konflik. Namun bila konflik itu terjadi, ada beberapa kiat yang bisa dilakukan untuk mencari akar masalah agar konflik bisa diselesaikan sesegera mungkin.
- Tetap Rasional. Seringkali orang-orang yang berselisih sulit menemukan akhir masalah mereka, karena pikiran logis tertutup dengan emosi dan prasangka yang tidak beralasan. Jika anda menjadi salah satu pihak yang terlibat dalam konflik, usahakan tetap berpikir rasional. Analisa akar masalah yang terjadi dan pusatkan perhatian pada segala solusi yang mungkin ditempuh. Jangan terpaku begitu saja pada permasalahannya, apalagi sengaja mencari-cari cara untuk menyalahkan pihak lain. Carilah fakta demi fakta yang dapat membantu mencari akar masalah dan membantu memecahkannya. Hindari mengurai masalah dan mengambil keputusan berbekal persepsi belaka.
- Fokus. Saat sedang menyelesaikan konflik, cobalah untuk melihat secara komprehensif masalah yang terjadi namun jangan sampai menjadi bias. Hindari menghubung-hubungkan konflik yang terjadi dengan hal-hal lain yang tidak terlalu relevan sehingga permasalahan yang akar masalahnya sebenarnya sederhana menjadi melebar kemana-mana. Contoh yang sering kita temukan adalah debat di dalam ruang rapat. Seringkali perdebatan menjadi semakin panjang dan kompleks karena pihak-pihak yang adu argumen telah meninggalkan masalah pokok yang dibicarakan.
- Respek dan Empati. Jika anda berada pada posisi tim leader atau manajer yang harus mengatasi konflik dalam tim anda, hargai dan berempatilah pada setiap pihak yang berkonflik. Bawahan yang merasa dihargai dan mendapat empati dari atasan cenderung akan mengungkapkan segala masalah secara jujur. Ini sangat membantu mencari solusi yang dibutuhkan. Selain itu, empati membantu kita merasakan masalah yang sebenarnya dialami oleh rekan kerja, sehingga kita dapat mengambil langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menyelesaikan konflik.
- Asli atau apa adanya. Konflik menjadi semakin luas dan dalam jika pihak yang berkonflik saling menutup diri atau menutup kebenaran yang mungkin berguna untuk meredakan konflik tersebut. Misalnya keterlambatan laporan dari bagian penjualan membuat laporan bagian keuangan juga terlambat sampainya ke manajer tim. Namun karena tidak mengatakan hal yang sebenarnya, bagian keuangan yang selalu menerima teguran dari manajer. Jika terjadi terus menerus hal ini dapat bermuara kepada konflik antara manajer dan bagian keuangan. Padahal sebenarnya hal tersebut tidak perlu terjadi jika bagian keuangan mengemukakan masalah sebenarnya. Sikap apa adanya juga berlaku untuk pihak yang ternyata menjadi penyebab masalah. Jika pihak itu adalah anda, tidak perlu memperpanjang masalah dengan seribu satu juru ngeles. Jadilah ksatria dengan mengakui kesalahan dan berusaha memperbaiki kinerja.
- Konfrontasi. Langkah ini mungkin menjadi kiat terakhir jika segala cara sudah ditempuh namun belum juga ditemukan jalan keluar terbaik keluar dari konflik. Konfrontasi yang dimaksud disini bukan konfrontasi fisik, melainkan konfrontasi argumen untuk mengurai fakta demi fakta. Konfrontasi berguna untuk menguji pihak-pihak yang berkonflik dan menemukan akar permasalahan. Jika anda berperan sebagai mediator, konfrontasikan pihak-pihak yang berkonflik. Pada awalnya bisa dilakukan secara terpisah untuk membedah masalah berdasarkan perspektif masing-masing pihak. Lalu jika anda sudah merasa menyimpulkan akar masalah dan alternatif solusi, pihak-pihak tersebut bisa dipertemukan langsung. Perlihatkan masalah atau kekurangan setiap pihak yang terlibat yang menyebabkan konflik tersebut tidak kunjung diselesaikan. Setelah itu beri masukan kepada setiap pihak, jangan sampai anda cenderung berat sebelah. Jika sampai pada kiat nomor lima ini jangan lupa mempraktekkan kiat-kiat sebelumnya terutama kiat nomor satu dan dua.
Seringkali jika berhasil diatasi dengan baik, konflik dapat berujung pada perbaikan kinerja pihak-pihak yang tadinya berkonflik. Dengan sendirinya hal ini juga menguntungkan tim atau organisasi. Tapi jika konflik diatasi dengan kurang bijaksana, misalnya melalui cara-cara kompromi yang mengintimidasi salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain, suatu saat jika terjadi pemicu konflik itu dapat muncul kembali dengan intensitas yang lebih tinggi dan mungkin menyedot energi yang lebih besar. Oleh karena itu seorang pemimpin tim atau organisasi yang baik hendaknya piawai dan bijaksana mengelola konflik yang terjadi. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H