Kekhawatiran banyak pihak mengenai imbas ekonomi pasca penembakan pesawat Su-24 milik Rusia oleh pesawat Turki mulai terbukti. Balas dendam Presiden Putin kemudian dinyatakan dengan rencana sanksi ekonomi terhadap Turki. Apakah sanksi itu akan efektif? Kita mesti melihat hubungan ekonomi antara kedua negara untuk menjawabnya. Â Sepintas lalu kita sudah bisa menebak Rusia jauh lebih punya posisi tawar dibanding Turki. Namun agar dapat melihat lebih jelas mari kita amati neraca perdagangan kedua negara.
Pada akhir tahun 2014, nilai ekspor Rusia ke Turki sebesar US$24,7 miliar, sedangkan nilai ekspor Turki ke Rusia sebesar US$5,9 miliar. Jadi neraca perdagangan Rusia terhadap Turki surplus sekitar US$18,8 miliar, sebaliknya neraca perdagangan Turki terhadap Rusia defisit. Kemudian jika melihat export share masing-masing negara, terlihat posisi Rusia lebih berdigdaya. Total ekspor Turki tahun 2014 sebesar US$13,3 miliar, artinya ekspor ke Rusia mengambil porsi 44,36% dari total ekspor. Ini sebenarnya sudah cukup mendongkrak neraca perdagangan Turki yang selama tahun ini selalu defisit. Sedangkan total ekspor Rusia US$492,1 miliar, dengan demikian ekspor ke Turki mengambil porsi hanya 5%.
Artinya melihat statistik sederhana tersebut, kelihatan kalau posisi Rusia terhadap Turki sebagai mitra  perdagangan sangat strategis.
Hal ini diamini portal berita Turki berbahasa Inggris, todayszaman.com, yang beberapa saat setelah penembakan jet Rusia tersebut melansir berita mengenai kekhawatiran pelaku usaha di Turki terhadap aksi balas dendam Rusia lewat jalur ekonomi.
Selama ini sebagian besar pasokan energi Turki terutama gas, disuplai dari Rusia. Rusia menyuplai 60% dari kebutuhan gas, serta 35% kebutuhan minyak di Turki. Rusia punya andil besar pada beberapa  mega proyek di Turki seperti misalnya  rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir senilai USD20 miliar dolar.
Turki juga memperoleh bantuan pinjaman dari Rusia, seperti misalnya beberapa bulan lalu pihak Turki  menandatangani kontrak utang sebesar 500 juta Euro untuk pembangunan infrastruktur bandara di Istambul.
Berbicara pariwisata, kunjungan wisatawan Rusia ke Turki menempati urutan kedua terbanyak dibawah Jerman. Tercatat 3,3 juta wisatawan Rusia mengunjungi Turki tahun lalu.
Jika benar-benar Rusia menghentikan impor makanan dari Turki, pengusaha Turki akan benar-benar terpukul. Selama ini, Rusia adalah pengimpor terbesar produk buah-buahan dan sayur-sayuran dari Turki.
Data lain, ada lebih dari 36.000 warga negara Turki yang mencari nafkah di Rusia. Diperkirakan uang investor Turki yang berputar di Rusia mencapai USD6,5 miliar dalam 30 brand perusahaan yang beroperasi di lebih dari 7.000 toko di Rusia. Kendati statistik terkininya bisa lebih rendah  akibat imbas krisis ekonomi yang juga menghempas Rusia belum lama ini.
Memang hubungan ekonomi bilateral, kedua belah pihak mestinya saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Namun melihat posisi perdagangan kedua negara memang kelihatannya Turki akan merasakan akibat terburuk jika terjadi pembekuan aktivitas ekonomi kedua negara.
Vladimir Putin telah mewanti-wanti akan memberikan sanksi ekonomi seperti larangan impor sejumlah produk dan komoditas asal Turki, pembekuan kegiatan operasional sejumlah organisasi asal Turki di Rusia, larangan menerima pekerja baru asal Turki dan penghentian kerja sama bebas visa (internasional.kompas.com).