Aku muak jadi mainan tangan dekil bocah rel kereta api
Cukup sudah ke tanah aku terhempas dan terinjak
.
Padahal sama mulianya aku seperti mereka.
Tapi lihat bagaimana jalan hidupku.
Selokan kering,
kantong lusuh mandi debu,
laci pengap beracun,
berteman bangkai cecak,
tidur berkelambu sarang laba-laba.
Katakan lagi tempat-tempat terasing dan terlupakan,
aku pasti pernah disana.
.
Dari tengah kaleng rombeng,
di bawah terik matahari Juli,
aku bertekuk lutut.
Pada Tuhan sang Raja Diraja aku baladakan kesah dan gundah
Aku hampir tidak kuat menanggung durja hidup ini.
.
Aku juga ingin seperti mereka,
dirumahkan di lemari antik yang eksotis,
hidup di dalam ruangan sesejuk surga,
dibelai dan disanjung puja bak dewa
dicumbu mesra bak bidadari.
Mereka begitu mahal.
.
Tuhanku,
Saat bertemu mereka di tengah kaca kotak amal,
Aku mendengar dongeng tentang indahnya kehidupan.
Mengapa kisah hidup kami begitu jauh berbeda?
Bak langit dan bumi,
Siang dan malam.
padahal kami diciptakan sama-sama mulia.
_________________________________
Makassar, 31 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H