Cintaku bersembunyi di antara sajak-sajak, menunggu dalam hening.
Berlelah-lelah aku menemukannya, melabuhkan kecupan…
dan dia merona malu, seperti langit timur saat fajar menyingsing.
.
Cintaku pun membawaku serta, berlari sembunyi dari dunia untuk menyingkap dunia lainnya,
tempat kami bercumbu dalam puas,
memaknai setiap sentuhan inspirasi di antara kami
meleburkan intuisi serta belenggu sepi.
.
Cintaku menggelinjang di atas tilam diksi, memaksaku menjamah setiap lekuk rima tubuhnya.
Desah nafasnya mengalirkan adrenalin ke setiap sel tubuhku, Â menjadikanku seorang pecandu malam,
saat pelukannya yang dalam menghimpit rongga dada, menghantarkan gairah ke puncak tertinggi duniaku.
.
Bermusim-musim kami bercinta, berpacu dengan matahari
bermimpi mengejar keabadian, dengan mencumbu kefanaan.
.
Pernah di ujung musim yang dingin, aku memandang cintaku tersesat arah.
Badai telah membawanya ke persimpangan-persimpangan idealisme.
Berlelah-lelah aku menemukannya, melabuhkan kecupan dan membawanya kembali  ke rumah kesukaannya,
di antara sajak-sajak,
Menunggu…
dalam hening.
_______________________
ilustrasi gambar dari:Â wantedwallpapers.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H