Dul sedang menikmati seruputan jus terong belanda ketika perhatiannya beralih pada sosok seorang pria kurus berkemeja putih. Pria itu berada sekitar lima meter dari meja yang digunakannya untuk makan siang. Bukan saja wajah yang familiar, aksi pria itu juga membuat perhatiannya teralih sejenak.
Pria itu menggenggam smartphone berlayar lega dengan posisi selfie sembari cuap-cuap seperti seorang reporter bola. Rasanya bukan mengambil gambar tapi video. Pria itu mendekat sehingga Dul kini bisa mendengar ucapannya,
“…ini bukti mendirikan usaha sekarang gak pakai ribet , gak pakai susah lagi. Pemerintah benar-benar menunjukkan komitmennya untuk memajukan dunia usaha di Indonesia. Nah, saya akan mencari satu pelanggan untuk memberi komentar.”
Pria kurus itu menoleh ke kiri dan kanannya seperti kucing masuk kandang ayam. Dul terperangah, kacamatanya yang nyaris memburam karena uap rawon sampai hampir jatuh.
Apa laki-laki itu….?? Ah, tidak mungkin! Kalau memang itu beliau, mestinya saat ini banyak pria-pria kekar di dalam restoran. Tapi…
Degh!
Pria itu kurus itu kini menuju ke mejanya. Dul pura-pura tidak memerhatikan sambil menggeser kursi di bawah tubuh tambunnya ke arah lain sebagai isyarat bahwa dia tidak ingin diusik.
Tapi pria kurus itu tahu-tahu dia sudah berada di depannya. Pria kurus mengalihkan mode kamera dari front ke rear camera, sehingga wajah Dul yang bulat langsung memenuhi layar smartphone itu.
“Maaf, Mas, mengganggu makan siangnya. Namanya siapa, Mas?”
“Abdul, dipanggil Dul…” Dul menjawab ragu-ragu.
“Oke Mas Dul, saya wawancara bentar boleh, ya. Sering makan di sini, Mas? Menu favoritnya apa, Mas?”