Belum dingin kasus kekerasan seksual anak JIS dari benak kita, kini muncul lagi kasus Emon di Sukabumi, Jawa Barat. Tidak tanggung-tanggung korban Emon yang terdeteksi mencapai 73 orang anak, dan angka ini diperkirakan akan terus bertambah. Bahkan diduga seorang bocah meninggal akibat kekerasan seksual yang dilakukan oleh Emon.
Miris rasanya mendengar peristiwa tersebut. Anak-anak tunas muda generasi bangsa, menjadi korban kejahatan seksual. Akibatnya, tanpa penanganan serius, psikologi mereka bisa terganggu sehingga tidak bisa mengukir prestasi demi prestasi dengan maksimal.
Sebagai orang tua ada baiknya sejak dini kita menanamkan edukasi kepada anak-anak kita untuk meminimalkan resiko kejahatan seksual yang menimpa mereka. Resiko tersebut semakin nyata sejak anak-anak mulai berinteraksi dengan orang-orang di luar lingkar satu keluarganya. Pada saat ini mestinya anak-anak sudah mulai memahami apa yang kita tanamkan sekaligus membantu mereka melindungi dirinya sendiri. Ada sejumlah kiat yang bisa kita terapkan:
- Ajarkan Anak Untuk Terbuka. Jangan cepat bosan jika anak kita berceloteh panjang menceritakan kesehariannya. Kebiasaan ini baik untuk memudahkan kita memantau pergaulannya. Dengan siapa saja dia bermain hari itu, apa saja yang mereka mainkan, apa yang terjadi di sekitairnya dan sederet informasi lainnya. Bila anak sedikit tertutup, tidak ada salahnya orang tua yang memulai percakapan dengan bertanya. Tapi usahakan anak tidak merasa diintimidasi oleh kita, jadi kemas cara kita mencari informasi dari anak dengan cara-cara yang nyaman untuknya. Pelaku kejahatan seksual biasa adalah orang-orang yang dikenalnya atau dekat dengan kesehariannya. Mungkin pada kesempatan awal pelaku kejahatan tidak serta merta berbuat jahat melainkan melakukan pendekatan tertentu dengan anak. Lewat informasi-informasi dari anak, orang tua bisa selangkah lebih maju dari strategi yang digunakan pelaku.
- Ajarkan Anak Untuk Menceritakan Pengalaman Buruk. Anak pada usia awal sekolah belum sepenuhnya paham apa yang sebenarnya baik atau buruk yang sedang terjadi. Dia hanya bisa mengandalkan insting bocahnya untuk menilai sebuah peristiwa. Oleh karena itu pelaku yang memahami keadaan pikiran anak ini dapat memanfaatkannya untuk membungkam anak sehingga tidak menceritakan kejahatan yang dialaminya. Sehingga pada beberapa kasus kejahatan, misteri terungkap ketika ada tanda-tanda fisik yang diderita anak. Ajarkan sejak dini agar anak tidak menyembunyikan kejadian-kejadian yang tidak disenanginya, kejadian yang tidak nyaman atau peristiwa-peristiwa buruk yang menimpanya.
- Ajarkan Siapa Saja yang Bisa Dipercaya. Untuk mendukung kiat nomor 2 di atas, anak harus diberitahu siapa saja orang yang bisa dipercayanya. Orang itu boleh menjadi tempatnya curhat, atau menyampaikan pertanyaan-pertanyaan. Orang-orang ini juga dapat menjadi tempat anak bercerita jika dia merasa terganggu. Misalnya di sekolah, dia boleh bercerita kepada bapak/ibu guruya. Tentu saja kita asumsikan, guru-guru di sekolahnya benar-benar bisa menjadi pengayom anak kita. Atau kalau di rumah saat orang tua sedang tidak ada, orang yang bisa dipercayainya adalah tante atau om-nya yang tinggal bersama. Jadi penting juga kita memastikan orang-orang yang dekat dengan anak kita benar-benar bisa diandalkan.
- Ajarkan Apa yang Boleh dan Tidak Boleh. Penegasan ini membantu anak memisahkan dunia hitam dan putih dari dunia abu-abu yang ada di benaknya. Misalnya beritahu anak tidak boleh bermanja-manja pada setiap orang, mungkin boleh pada orang-orang yang bisa dipercaya seperti pada kiat nomor 3 di atas di luar orang-orang itu tidak boleh. Anak juga tidak boleh menerima pemberian dari orang asing tanpa persetujuan dari orang tua. Beritahu mana bagian tubuh yang boleh dipegang orang lain dan mana bagian terlarang. Tambahkan boleh dan tidak boleh lain yang berguna untuk membantu anak meminimalkan resiko kejahatan seksual tersebut.
Jika anak kita sudah terlanjur tertimpa musibah, orang tua mesti menjadi orang paling pertama yang men-support anak menjalani hari-harinya. Anak harus diberi penjelasan kalau peristiwa tersebut bukan sepenuhnya kesalahannya. Orang tua bisa menggunakan bantuan psikolog anak untuk memberikan konseling kepada sang anak agar peristiwa yang dialaminya tidak membawa dampak negatif bagi perkembangan kejiwaannya.
Para predator kekerasan seksual anak, biasa pernah mengalami kejadian yang sama di masa lalu. Hanya karena penanganan yang kurang intensif, anak larut dalam traumanya dan melampiaskan  perasaannya tersebut di masa mendatang melalui kejahatan serupa.
Pada kasus Emon di atas Polda Jawa Barat telah bertindak positif dengan mengirimkan tim psikolog untuk memberikan konseling bagi anak-anak korban Emon. Harapannya, anak-anak ini tidak menjadi Emon-emon baru di masa mendatang. (serem juga kan kalau 73 anak korban tadi mengulangi peristiwa yang menimpa dirinya di masa depan.)
Tapi yang paling penting adalah mengantisipasi sejak dini resiko tersebut. Lebih baik mencegah daripada mengobati. (PG)
Sumber berita:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H