Kami sudah hafal benar kebiasaan delay maskapai berlogo singa merah. Sebagian besar perjalanan dinas Credit Union kami menggunakan jasa penerbangan yang bernaung dibawah grup maskapai ini. Bagaimana tidak? Banyak kantor cabang kami yang berlokasi di daerah. Sementara penerbangan ke bandara-bandara kecil didominasi oleh pesawat ATR milik Lion Air atau Wings Air. Selain itu benefit lain menggunakan low cost carrier adalah penghematan biaya operasional.
Konsekuensinya kami harus selalu menyelaraskan agenda dan siap mental menghadapi kemungkinan besar terjadi keterlambatan penerbangan. Sebagai informasi, pada tahun 2014 lalu Lion Air dan Wings Air merupakan maskapai paling buntut dalam hal ketepatan waktu penerbangan atau OTP (On Time Performance). OTP Lion Air hanya 73,6% sedangkan Wings Air lebih parah lagi, 71,7%. Bandingkan dengan Citilink (82,7%), Sriwijaya Air (82,78%) dan Garuda (89,23%).
Bukan hanya masalah delay saja. Berdasarkan informasi dari Tulus Abadi pengurus YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) yang diwawancarai Primetime News Metro TV, Jumat kemarin (21/2) Lion Air menempati ranking pertama perihal banyaknya aduan konsumen yang mereka terima. Selain aduan keterlambatan pesawat, banyak pula aduan mengenai refund tiket yang sulit, kehilangan bagasi dan transfer penerbangan yang rumit. Ironisnya, manajemen Lion Air seringkali kurang kooperatif menanggapi masukan dari YLKI.
Ajaibnya, dengan deretan raport merah tadi, maskapai Lion Air tetap tidak kekurangan penumpang. Jika kami memesan tiket mendadak atau menjelang hari keberangkatan, seringkali kami kehabisan seat. Lion Air juga terus menambah frekuensi penerbangannya.
Ledakan masyarakat kelas menengah di tanah air menjadi salah satu penyumbang besarnya volume penumpang maskapai ini. Mereka mendapatkan apa yang mereka butuhkan dari low cost carrier, moda transportasi yang cepat walaupun tanpa banyak fasilitas, sepadan dengan banderol harga yang ditawarkan. Sehingga meskipun memiliki brand yang tidak terlalu baik, Lion Air tetap diminati.
Tapi dalam bisnis, fenomena seperti ini bisa menjadi “racun” yang mematikan pelan-pelan. Apalagi tidak diimbangi dengan manajemen resiko yang baik. Puncaknya terjadi tiga hari belakangan ini. Dunia penerbangan tanah air geger. Ribuan penumpang ditelantarkan karena banyak penerbangan yang delay. Penundaan pun bukan dalam hitungan jam, tapi sampai berhari-hari.
Di sisi lain, Pemerintah cq Kemenhub sebagai regulator mestinya berperan lebih greget lagi. Selama ini terindikasi Kemenhub tidak banyak ambil pusing terkait banyaknya keluhan penumpang mengenai maskapai Lion Air. Pada acara Primetimes News Metro TV, saat reporter bertanya pada Direktur Kemananan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Yurlis Hasibuan, mengenai langkah apa saja yang sudah dilakukan menyikapi parahnya pelayanan Lion Air, jawaban yang diberikan kurang memuaskan. Yurlis Hasibuan beberapa kali mengulang jawaban mengenai sanksi pemberian makan dan penggantian uang Rp 300.000 serta penginapan kepada penumpang pesawat. Padahal sanksi ini adalah kompensasi dari buruknya pelayanan yang diberikan maskapai kepada penumpangnya. Sanksi konkrit dari pemerintah sebagai regulator kepada maskapai yang bersangkutan belum jelas diperlihatkan kepada pemirsa.
Memang Menhub Ignasius Jonan sudah angkat bicara mengenai penundaan izin penambahan rute Lion Air sebelum Lion Air membereskan semua masalah yang menjadi kewajibannya kepada seluruh penumpang. Tetapi mesti ada langkah konkrit untuk memastikan kejadian luar biasa ini tidak terulang lagi pada masa-masa mendatang, seperti audit lengkap manajemen Lion Air sampai pembekuan izin terbang jika diperlukan.
Semoga segenap direksi dan manajemen Lion Air dan grup dapat memetik pelajaran berharga dari peristiwa ini. Animo masyarakat menggunakan jasa penerbangan yang tinggi hendaknya dibarengi dengan pembenahan dan inovasi manajemen terus menerus guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sebagai penutup, saya mau mengutip pernyataan salah satu kawan saya yang sering terbang dengan pesawat Lion Air “Tidak usah cari snack atau minuman, bisa bawa sendiri dari rumah. Yang penting harga tiket murah dan sampai dengan selamat. Itu cukup….” (PG)
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H