Prabu Jaka Wicara, pucuk pimpinan Kerajaan Siung Emas sedang dilanda dilema berat. Sebentar lagi dia harus mengumumkan pengganti Patih Kamandara, pemimpin tertinggi seluruh bala prajurit Kerajaan yang akan pensiun. Tapi sampai hari ini dia masih dilanda kebingungan mengenai sosok yang tepat menggantikan jabatan Patih Kamandara. Sebenarnya Prabu Jaka sudah punya calon kepala prajurit sendiri. Hanya saja Prabu Jaka merasa tak enak hati dengan keinginan eyang Cempaka Widuri yang sejak jauh hari mengagung-agungkan nama salah satu panglima pasukan kesukaannya.
Nama panglima itu ki Gagas Aksara. Prabu Jaka merasa sosok ki Gagas kurang cocok menduduki jabatan maha penting seperti kepala prajurit kerajaan. Ki Gagas masih kurang pengalaman sebagai pemimpin pasukan besar. Secara ilmu falak, beberapa peramal kerajaan juga sudah mengatakan Ki Gagas tidak berjodoh dengan pemerintahan Prabu Jaka. Mereka melihat di masa depan begitu banyak peristiwa getir yang akan menimpa Siung Emas, jika Ki Gagas terpilih menjadi kepala prajurit kerajaan. Lagipula Ki Gagas pernah memiliki riwayat yang kurang baik pada pencatatan Panitera Kesusilaan kerajaan. Panitera ini berisi ksatria dan sesepuh yang ditugaskan untuk menelisik pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pejabat kerajaan.
Tapi di sisi lain, Prabu Jaka juga tidak ingin membuat eyang Cempaka kecewa dan patah hati, karena jagoannya diabaikan begitu saja. Walau bagaimanapun juga, eyang Cempaka adalah penasehat paling sepuh yang dimiliki kerajaan Siung Emas. Memang akhir-akhir ini Eyang Cempaka kerap memberikan wejangan-wejangan blunder, tapi Prabu Jaka mencoba memaklumi, faktor usia-lah yang membuat ketajaman analisis eyang Cempaka menurun drastis.
“Prabu,… uhukk! Jangan lupa surat-surat prestasi kerja Ki Gagas segera disampaikan kepada dewan kerajaan. Uhukk….,”
Sore itu Eyang Cempaka bertandang ke balairung kerja Prabu Jaka. Untuk kesekian kalinya dia mengingatkan Prabu Jaka agar segera menyerahkan berkas calon tunggal Kepala Prajurit Kerajaan itu kepada dewan kerajaan.
Prabu Jaka menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Eyang… Maaf, eyang. Saya mau bertanya untuk terakhir kalinya, Eyang benar-benar yakin untuk mengangkat Ki Gagas jadi pengganti Ki Kamandara?”
Eyang Cempaka melotot ke arah Prabu Jaka.
“Iyaaa….! Percayalah sama eyang. Tidak usah dengar desas-desus diluar sana. Kalau memang Ki Gagas bermasalah, kenapa sampai saat ini Panitera Kesusilaan belum pernah sekalipun menyeret Ki Gagas ke pengadilan?”
Prabu Jaka terdiam.
“Sudahlah! Tiga hari lagi kamu akan mengumumkan nama kepala prajurit yang baru. Uhukk! Eyang mau kembali ke padepokan dulu. Sepertinya Eyang masuk angin lagi,”
Prabu Jaka pun mengantar Eyang Cempaka keluar menuju ke padepokannya.
Saat berjalan kembali ke balairung kerjanya, kata-kata terakhir Eyang Cempaka terus terngiang di telinganya. Tiba-tiba seperti petir yang muncul di antara hujan, Prabu tiba-tiba mendapat sebuah ide cemerlang untuk membantunya keluar dari dilema berat ini.
Dia pun langsung memberi titah kepada salah satu prajurit kepercayaannya untuk menyampaikan pesan rahasia kepada Ki Bramantara, kepala Panitera kesusilaan. Prabu mengundang Ki Bramantara untuk bertemu diam-diam dengannya malam ini.
Gayung bersambut. Malam harinya, keduanya bertemu di salah satu bilik rahasia istana Prabu Jaka. Tanpa banyak basa-basi lagi, Prabu Jaka menceritakan dilema yang dihadapinya lalu menanyakan perkembangan penelisikan kasus Ki Gagas.
“Ki Bramantara, bagaimana sebenarnya perkembangan kasus ki Gagas sejauh ini?”
Ki Bramantara terdiam sejenak untuk memilah-milah kata yang hendak diucapkan.
“Kami sebenarnya sudah menemui titik terang, paduka. Kami telah menemukan cukup bukti keterlibatannya pada beberapa penggelapan upeti dan pajak dari sejumlah adipati. Tapi rencana pengangkatan Ki Gagas membuat kami semua yang berada di panitera kebingungan… Di satu sisi Ki Gagas punya catatan hitam, sementara di sisi lain, Ki Gagas adalah calon tunggal yang akan paduka ajukan kepada dewan kerajaan…”
Prabu Jaka tersenyum lega. Ki Bramantara keheranan.
“Tidak usah bingung, Ki. Sekarang, jalankan tugas kalian dengan baik. Besok pagi-pagi saya akan menyerahkan perkamen-perkamen berisi berkas Ki Gagas ke dewan kerajaan. Saya harap paling lambat lusa hari, kalian sudah bisa mengumumkan status pesakitan Ki Gagas agar bisa langsung membawanya ke balai pengadilan sebelum Ki Gagas dilantik.”
“Hamba…. belum begitu paham dengan rencana paduka. Tapi… jika memang demikian titah paduka, akan hamba laksanakan sepenuhnya…”
Prabu Jaka mengangguk puas.
“Baiklah. Kamu boleh pulang sekarang, Ki. Sampai bertemu lagi.”
Ki Bramantara pun pamit undur diri. Prabu Jaka Wicara kini terlihat cerah kembali. Dia telah menemukan satu solusi untuk menyelamatkan muka kerajaan, sekaligus menyelamatkan mukanya dari Eyang Cempaka.
***********
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H