Fakta segetir apapun tetaplah fakta. Dan dusta semanis apapun tetaplah dusta.
Jika fakta semungil kerlip satu bintang dan dusta seluas langit malam, mereka tetaplah fakta dan dusta.
Tapi sering kali kita lebih memilih percaya pada apa yang ingin kita percayai dibanding percaya pada apa yang harus kita percayai. Apalagi si pembuat dusta benar-benar paham bagaimana cara mata dan telinga kita bekerja.
Jadi siapa yang salah?
Bukan. Bukan itu pertanyaannya, karena kita masih manusia biasa.
Yang salah adalah jika kita tidak sempat lagi menggenggam cahaya terakhir yang tersisa saat malam telah jadi benar-benar kelam.Â
---
kota daeng, 29 september 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H