Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Tarian Terakhir

11 Juni 2023   20:11 Diperbarui: 11 Juni 2023   20:26 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Adina Voicu dari pixabay.com

Instrumen yang menghentak
permainan cahaya yang semarak
serta adrenalin yang memuncak
tetap saja tidak bisa memastikan para penari akan menemukan kepuasan di atas panggung
lalu membagi kepuasan itu sepenuhnya ke mata dan hati para penontonnya.

Pun saat gemuruh tepuk tangan menggetarkan dinding-dinding teater
seiring keringat mengucur deras
dan puja-puji memenuhi udara
tidak berarti para penari telah mencapai klimaks pertunjukkan untuk dirinya sendiri
lalu menularkannya ke jiwa-jiwa para penonton.

Sebaliknya
tarian yang dilakukan dalam hening dan kesendirian
tanpa instrumen
tanpa lampu warna-warni
tanpa mata dan tepuk tangan penonton
hanya diiringi irama napas dan detak jantung
bisa jadi membawa puncak dan kepuasan berlimpah untuk sang penari.

Apalagi jika tarian itu adalah tarian terakhir
sebelum malam tanpa batas menghampiri
mengecupnya mesra
lalu membawa pergi mimpi-mimpinya.

---

kota daeng, 11 juni 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun