Kelalaian pembayaran pinjaman adalah persoalan klasik yang dihadapi semua lembaga keuangan (khususnya yang bergerak dalam bisnis pinjaman) seperti perbankan, pembiayaan dan koperasi simpan pinjam. Oleh karena itu setiap lembaga keuangan memiliki cara penanganan kredit macet sesuai dengan bisnis model masing-masing.
Koperasi simpan pinjam dan credit union biasanya menggunakan istilah kredit lalai untuk memberi nama pada pembayaran yang tertunggak (belum terbayar sama sekali atau terjadi kekurangan pembayaran pada angsuran pokok maupun bunga pinjaman) setelah tanggal jatuh tempo tiba.
Sebenarnya kredit lalai ini bisa dianalogikan seperti sebuah gunung es di tengah laut. Kelalaian pembayaran adalah puncak gunung es tersebut.
Ini persoalan yang nampak di atas permukaan. Tapi bisa jadi ada persoalan-persoalan laten yang tersembunyi di bawah permukaan, misalnya: edukasi ke anggota yang minim, analisis kredit yang tidak tajam, konflik kepentingan, proses pengambilan keputusan kredit yang tidak berjalan sesuai standar dan seterusnya.Â
Persoalan di bawah permukaan ini yang justru bisa jadi pemicu terbesar munculnya kredit lalai.
CBL (Capacity-Based Lending) atau terjemahan bebasnya pemberian pinjaman berbasis kemampuan bayar adalah instrumen yang dapat digunakan untuk meminimalkan munculnya kredit lalai ini. Dengan CBL, koperasi menitikberatkan analisis kredit anggota peminjam pada kemampuan membayar dan mengembalikan pinjamannya.
Mari berkenalan dengan beberapa prinsip dari CBL ini.
Pinjaman untuk Anggota yang Memiliki Kemampuan Bayar yang Sesuai
Kemampuan bayar bisa ditelusuri dari informasi arus kas dan laporan kekayaan bersih anggota peminjam. Oleh karena itu kedua format pernyatan keuangan ini biasanya disertakan pada dokumen pengajuan pinjaman dan harus diisi dengan jujur oleh anggota untuk memudahkan analisis kredit.
Anggota yang memiliki pendapatan yang besar namun kurang mampu membangun tabungan dan aset lainnya terindikasi memiliki kemampuan pengelolaan keuangan yang kurang baik.Â
Sebaliknya, anggota yang memiliki pendapatan biasa-biasa saja, tapi konsisten membangun tabungan dan mengakumulasi aset terindikasi memiliki kemampuan pengelolaan keuangan yang baik.