Perubahan adalah sebuah keniscayaan dalam gerak dan langkah sebuah organisasi. Organisasi yang tidak siap menghadapi perubahan akan cenderung stagnan bahkan mati. Innovate or Die, demikian kutipan terkenal dari Peter Drucker, seorang pakar manajemen bisnis. Perusahaan atau organisasi tidak boleh berhenti berinovasi karena peradaban dan masyarakat terus berubah.
Era disrupsi membuat perubahan tersebut melaju secara eksponensial, bukan lagi linear. Tidak ada lagi posisi nyaman dalam dunia usaha, bahkan untuk raksasa-raksasa bisnis yang telah bertahun-tahun menguasai pasar. Perusahaan-perusahaan rintisan siap menyalip kapan saja jika ada celah dan kesempatan.
Nah, berbicara tentang kondisi ekonomi, saat ini ancaman resesi global sudah nampak di depan mata. Situasi sulit tersebut akan memaksa setiap organisasi untuk menyesuaikan diri. Sekali lagi, siap menghadapi perubahan adalah kata kunci bagi entitas usaha yang ingin bertahan dan terus bergerak maju.
Pertanyaan besarnya adalah: seberapa siap pemimpin-pemimpin organisasi menghadapi dan mengelola perubahan?
Challenging People
Dalam buku Leadershift, John C. Maxwell menegaskan pemimpin harus mampu menantang setiap orang dalam organisasi untuk menjiwai perubahan yang diperlukan organisasi agar terus bertumbuh, bahkan dalam situasi paling sulit sekalipun. Perubahan ini menyangkut cara pikir, perilaku sampai cara berkomunikasi satu sama lain.
Mereka yang memimpin perubahan harus berani menggeser paradigma kepemimpinan dari menyenangkan orang (pleasing people) menjadi menantang orang (challenging people). Ini bukan tugas yang mudah.Â
Bahkan Maxwell sendiri pada salah satu blog pernah menulis pergeseran paradigma kepemimpinan ini (from pleasing people to challenging people) merupakan salah satu pelajaran kepemimpinan yang paling penting dan paling sulit diterapkan.
Banyak pemimpin yang keliru menafsirkan ide bahwa pemimpin itu harus menyenangkan. Jika seseorang senang dengan pemimpinnya, dia pasti akan mengikuti pemimpin tersebut.Â
Nyatanya, seorang pemimpin tidak akan pernah bisa membuat semua orang senang dengan keputusan-keputusannya. Di tengah perubahan dunia dan situasi yang kurang menguntungkan, semua orang bahkan dituntut untuk "berkeringat" lebih banyak dan mengupayakan yang terbaik untuk keberlanjutan organisasi. Hal ini tidak selalu menyenangkan.
Saat berhadapan dengan resesi global nanti, misalnya. Sektor-sektor usaha yang terimbas pasti akan melakukan sejumlah strategi agar bisa bertahan. Memangkas biaya modal dan operasional, restrukturisasi SDM, likuidasi aset dan strategi-strategi lain yang tidak mudah untuk dijalankan.Â