Pada November 2015 komunitas penulis fiksi di Kompasiana, Fiksiana Community, menggelar event menulis cerpen secara estafet. Pesertanya adalah 14 orang penulis fiksi yang bersedia mengikuti term and condition event tersebut, antara lain menulis cerpen yang merupakan lanjutan dari penulis sebelumnya. Waktu untuk menulis (sudah termasuk berpikir, swasunting dan seterusnya) kurang lebih satu hari, karena setiap cerpen sudah harus diunggah paling lambat jam 12.00 siang setiap harinya.
Dengan demikian peserta berikutnya memiliki waktu yang cukup untuk merangkai cerpen kelanjutan dari cerpen sebelumnya. Fiksi yang ditulis sambung menyambung menjadi satu ini lumayan memompa adrenalin dan kreatifitas peserta. Sudah bisa terbayang, bukan? Bagaimana tantangan membuat seluruh kisah yang ditulis tetap memiliki benang merah yang utuh walaupun penulisnya berbeda-beda.
Seingat saya, saat itu event ini melibatkan fiksianer yang lumayan berbeda genre dan gaya penulisannya. Sayang sebagian dari fiksianer yang terlibat dalam event ini sudah jarang nge-fiksi di Kompasiana lagi saat ini.
Nah, bagaimana hasilnya?Â
Event yang unik ini akhirnya berhasil menelurkan satu novel bertajuk Malam Bulan Mati, Balkon dan Ciuman. Kebayang kan bagaimana keruwetan editor novel tersebut merapikan karya demi karya menjadi lebih terjalin sempurna.
Pada event ini saya menjadi salah satu peserta yang kebagian nomor undian pada posisi ke- 11. Jadi sudah ada 10 penulis yang karyanya tayang sebelum saya. Untuk sebuah kisah yang utuh, plot seluruh kisah sebenarnya sudah terang benderang pada posisi nomor 11 tersebut. Tapi tetap saja setiap penulis diberi ruang untuk berkreasi.
Sejak awal sudah ada nuansa-nuansa thriller yang ditulis fiksianer-fiksianer sebelumnya. Tokoh-tokoh cerita pun berkembang sedemikian rupa. Akhirnya setelah berpikir bolak-balik, saya pun memutuskan membuat cerpen yang bisa mengembalikan fokus pembaca kepada tokoh-tokoh utama. Lahirlah cerpen berjudul Mr. J. (bisa dibaca di sini) Secara singkat kisah Mr. J berisi adegan bunuh-bunuhan, tapi TKP-nya ada di dalam kepala tokoh utamanya.
Oke, cukup nostalgianya. Saat pertama kali membaca berita tentang kematian Brigadir J, saya spontan teringat pada cerpen berjudul Mr. J ini. Kebetulan inisialnya sama-sama J. Tapi ada persamaan lain di antara keduanya. J yang ada di cerpen tersebut dan J di dunia nyata, sama-sama berada dalam pusaran teka-teki yang belum menemukan jawabannya. (silakan membaca Mr. J pada tautan di atas untuk lebih jelasnya)
Kemarin pihak kepolisian merilis informasi baru terkait kasus kematian Brigadir J, yaitu penetapan Bharada E sebagai tersangka. Melalui Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, disampaikan bahwa Bharada E dijerat dengan pasal 338 juncto 55 dan 56 KUHP.
Walaupun bukan kabar yang terlalu baru (karena sejak awal nama Bharada E sudah disebut-sebut) penetapan status tersangka ini bisa menjadi semacam check point yang baru dalam pengungkapan kasusnya.