Keterampilan public speaking semakin menjadi keterampilan yang dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kini semua orang bisa punya kesempatan untuk tampil berbicara di depan khalayak. Bukan saja dalam situasi formal seperti memberi briefing di kantor, misalnya, tapi juga dalam situasi non formal, misalnya kita diminta berbicara di salah satu sesi rapat RT, menjadi MC acara ulang tahun keponakan dan seterusnya.
Jadi keterampilan ini mestinya diketahui oleh lebih banyak orang. Bukan saja mereka yang profesinya memang memang menjadi pembicara publik seperti dosen, motivator, trainer dan lain-lain.
Referensi mengenai public speaking pun bisa ditemukan dengan mudah di dunia maya saat ini. Kita hanya perlu tekun memilah-milah informasi untuk mencari topik tentang public speaking yang paling kita butuhkan.Â
Nah, lewat artikel ini saya ingin membagikan kebiasaan-kebiasaan kecil yang harus kita perhatikan saat berbicara di depan umum, terutama jika kegiatan dilangsungkan secara luring.
Ada beberapa kebiasaan negatif yang kadang dilakukan pembicara publik. Bisa jadi dilakukan tanpa sengaja atau bisa juga karena manifestasi rasa gugup yang melanda. Tanpa disadari kebiasaan-kebiasaan tersebut dapat mengganggu fokus audiens, sehingga presentasi atau pesan yang kita sampaikan tidak efektif diterima oleh audiens.
1. Menerima Telepon atau Membalas Pesan di Depan Audiens
Mestinya ini memang tidak boleh terjadi karena kurang etis dan pembicara bisa diangggap mengabaikan audiens.Â
Saya sendiri sebelum tampil membawakan materi pelatihan, selalu memastikan HP berada pada mode silent agar tidak mengganggu fokus saat melakukan presentasi. Segala notifikasi yang masuk baru dicek kembali pada saat break atau istirahat berlangsung.
Kalaupun sedang menunggu telepon penting, sebaiknya kita meminta izin pada audiens sebelum menerima panggilan tersebut lalu menerima panggilan (atau membalas pesan) di luar ruangan kegiatan, bukan di depan audiens.
2. Gerakan Tangan yang Tidak pada Tempatnya
Gerakan tangan yang dimaksud seperti misalnya stretching, merapikan rambut terus menerus, memasukkan tangan ke saku celana, memegang ujung meja/kursi terus menerus, memainkan spidol atau alat bantu lainnya, menyilangkan tangan, berkacak pinggang dan sebagainya.Â
Bisa jadi ini respon yang dilakukan untuk menghindari kegugupan. Tapi gerakan tangan yang tidak pada tempatnya ini terutama yang dilakukan terus menerus dapat mengganggu konsentrasi audiens.
Gerakan tangan yang tidak pada tempatnya bisa jadi juga menimbulkan kesan negatif di mata audiens. Menyilangkan tangan, misalnya, secara body language bisa diartikan sebagai resistensi atau pembicara cenderung menutup diri dari audiens. Kemudian berkacak pinggang menimbulkan kesan superior atau menggurui.
3. Berbicara terlalu Cepat atau Terlalu LambatÂ
Ada beberapa pendekatan yang berbeda saat membawakan materi dan bercakap-cakap biasa dengan orang lain. Salah satunya adalah mengatur kecepatan berbicara agar semua orang bisa mengikuti pembahasan kita dengan baik.Â
Berbicara terlalu cepat membuat mereka kesulitan mengikutinya, tapi berbicara terlalu lambat juga dapat membuat audiens jenuh atau mengantuk. Tentu sesekali memainkan dinamika kecepatan berbicara diperbolehkan.Â
Misalnya untuk memberi penekanan atau penegasan pada point tertentu dari penjelasan, kita dapat menurunkan kecepatan berbicara. Tapi di luar itu, harus hati-hati menjaga kecepatan berbicara kita.
4. Menghindari Eye Contact Â
Dahulu ada nasihat seperti ini, jika pembicara gugup, tidak perlu melihat langsung ke mata audiens. Cukup menjatuhkan titik pandang sekitar 5 cm atau 10 cm di atas mata audiens.
Tapi seiring waktu, saya menyadari nasihat ini bisa membuat presentasi jadi kurang efektif, apalagi jika audiens tidak terlalu banyak atau jarak antara pembicara dan audiens cukup rapat sehingga mereka bisa menangkap dengan jelas arah pandang dan bahasa tubuh pembicara.Â
Justru sebaiknya, kita harus berani menatap langsung ke mata para audiens secara merata. Ini membuat audiens benar-benar merasa tersapa sehingga akan berusaha menangkap pesan yang kita sampaikan.
Jika menghindari eye contact atau pandangan kita lebih sering tertuju ke objek yang lain, audiens akan merasa diabaikan sehingga lama kelamaan mereka tidak akan menyimak penjelasan kita dengan serius.
5. Tertawa Tidak pada Tempatnya
Senyum atau tawa memang dapat membantu kita mengurangi ketegangan saat tampil di depan umum. Tapi hati-hati jika kita tertawa bukan pada tempatnya, seperti saat menyampaikan topik yang serius, atau bahkan keseringan tertawa. Hal ini juga dapat mengganggu fokus audiens atau audiens menganggap kita kurang serius saat menyampaikan materi.
6. Kebanyakan Filler Words
Filler words adalah kata-kata yang digunakan untuk mengisi jeda antara frase saat penjelasan berlangsung. Seperti misalnya "ya", "eng...", "ng...", "Mm...", "Ng..." atau bisa juga kata sambung yang digunakan terus-menerus sepanjang penjelasan, seperti "terus ..." atau "lalu ..." dan seterusnya.
Jika diucapkan sesekali, mungkin tidak akan terlalu mengganggu. Tapi jika diucapkan keseringan, misalnya dalam satu kalimat saja ada tiga atau empat filler words, hal ini bisa menggangu fokus audiens. Mereka akan menangkap kesan kita sebagai pembicara ragu-ragu, gugup atau kurang menguasai topik yang disampaikan.
Nah, demikianlah beberapa kebiasaan yang harus dihindari saat menjadi pembicara publik. Menghilangkan kebiasan tersebut pada awalnya memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan, terutama saat kita diserang rasa gugup.Â
Jika itu terjadi biasanya pengendalian terhadap diri sendiri semakin sulit dilakukan. Tapi seiring jam terbang yang bertambah, kita pun semakin nyaman tampil di depan publik dan semakin mawas diri sehingga mampu mengurangi kebiasaan-kebiasaan tersebut.
Beberapa di antaranya juga dapat diminimalkan dengan persiapan yang lebih baik. Dengan persiapan alur penjelasan yang baik, misalnya, kita dapat mengurangi filler words saat tampil berbicara di depan umum.Â
Saya sendiri cenderung lebih mudah gugup saat membawakan topik yang belum dikuasai sepenuhnya dibanding topik yang sudah dipersiapkan dengan baik. Â
Semoga bermanfaat. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H