Aspal hitam mulus yang baru saja dibersihkan hujan jadi cermin panjang yang memantulkan wajah malam metropolitan. Warna-warni lampu kendaraan, billboard dan lampu LED dari gerai-gerai minuman di pinggir jalan membuat bayangan pada cermin panjang itu sangat semarak.
Kontras dengan bulan purnama purnama yang pucat di atas sana.
Di teras depan night club yang baru saja buka, seekor kucing bertubuh ringkih karena kedinginan dan lelah setelah menyelamatkan diri dari derasnya air selokan sedang duduk menunggu tikus-tikus tambun. Biasanya ada seekor dua ekor yang lengah dan bisa jadi santapan malam itu.
Seorang wanita berbaju minimalis berdiri dengan menumpukan berat badannya pada salah satu kaki. Asap rokok mengepul dari bibirnya yang merah membara. Warna merah membara itu menjadi tanda undangan bagi siapapun yang berkenan singgah dan berlabuh di sana.
Seorang pria berbadan tegap berwajah asing mengenakan jaket abu-abu gelap berjalan ke arah wanita itu. Tapi sepertinya bukan karena undangan bibir merah merona itu.
Dia menanyakan sesuatu dalam bahasa Inggris. And lucky for him ... wanita itu cukup paham.
Pria itu mengatakan dia sedang tersesat dan membutuhkan arah yang benar ke hotel tempat mereka menginap. Pria itu menyebut nama hotel yang sangat populer, sehingga tidak sulit bagi wanita itu untuk menjelaskan arah ke sana. Kebetulan tempatnya tidak terlalu jauh dari situ.
Pria itu sangat berterimakasih. Sebelum pergi dia menitipkan kartu nama dan meminta wanita itu menghubunginya jika membutuhkan sesuatu.
Bibir wanita itu kembali mengembuskan asap rokok. Dia butuh tamu malam ini, bukan kartu nama.
Kartu nama?