Kerut di wajah Pak Presiden
bertambah empat garis.
Garis pertama karena kurva pagebluk tidak kunjung melandai
malah seperti roket luar angkasa, naik dan terus naik
meninggalkan ribuan duka di belakang.
Garis kedua karena sumber daya negara sudah tipis
tapi masih ada pejabat yang mentalnya lebih rendah dari pengemis.
Garis ketiga karena rakyat lebih percaya
gosip daripada fakta
lebih dengar tukang obat daripada dokter
lebih percaya teori konspirasi daripada kebenaran hakiki.
Garis keempat karena para politisi jadi oportunis
bukannya bahu-membahu menyelesaikan masalah bangsa
malah lebih senang main tagar di lini masa.
Pada suatu senja yang tenang di antara sesi rapat kabinet daring, pak presiden berkata pelan kepada ibu negara di sampingnya.
"Aku mundur saja ya, Bu?" lalu menyeruput kopi dari dalam cangkir.
Ibu Negara mendelik. "Lah, kalau Bapak mundur, siapa yang mau ngurusin rakyat, Pak? Mana keadaan lagi tidak menentu seperti ini," sahutnya sewot.
"Lah, iya, ini gara-gara mau fokus ngurusin rakyat, aku mundur dari kepanitiaan nikahan ponakan kamu itu loh."
Ibu Negara pun menepuk jidatnya. "Ya, Sudah. Kalau itu gak apa-apa," sahutnya lagi.
Kerut di wajah Pak Presiden pun berkurang seperdelapan garis.Â
---
kota daeng, 14 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H