Di teras rumah yang sepi, Jono duduk di atas kursi rotan sambil memangku gitar bolong. Jemari tangan kirinya lincah berpindah-pindah senar, selaras dengan gerakan tangan kanannya. Jono mengikuti melodi dari gawai yang tergeletak pasrah di sisi Jono.
Lagu itu adalah lagu lawas dari Band Kucai, band favoritnya yang beraliran pop rock. Memang, lebih dari setengah daftar lagu dalam gawai Jono itu adalah lagu-lagu dari Band Kucai ini, mulai dari album paling pertama sampai album teranyar.
Beberapa jangkrik yang tadi masih berbunyi sesekali, kini hening karena tahu diri. Bulan sabit yang baru saja naik ke langit malam juga seperti betah menikmati alunan gitar Jono.
Keasyikannya bermain gitar terganggu sejenak karena gawainya bernyanyi nyaring pertanda ada panggilan masuk. Setelah dicek, itu dari panggilan dari Bahrun kawan karibnya dari sebelah kompleks.
"Kenapa, Run?" Jono menjawab panggilan itu.
"Jon, ke pos depan kompleks, yuk, kurang satu orang lagi untuk main kartu remi!"
Jono menjawab dengan mengecilkan volume suara, takut istrinya di dalam mencuri dengar.
"Masa sih?"
"Iya, cepetan!"
"Tapi ... gak enak, Run. Istri lagi sibuk tuh di dapur, ngurus pesanan catering orang. Kalau aku menghilang begitu saja, bisa-bisa dimakan hidup-hidup pulang nanti."