Dini hari
3.15.
Gerimis yang jatuh satu-satu menyamarkan irama ketukan high heels di atas aspal, juga menyamarkan tangisan sang gadis. Keperawanannya telah direnggut berkali-kali, berhari-hari. Tapi dia harus tetap tersenyum dan melenguh. Air mata hanya boleh jatuh di antara sepi.
Di atas genangan air dia menatap bayangan purnama dan terkesima. Bukan karena purnama tetap menawan meski pucat pasi, tapi karena dia boleh datang dan pergi sesuka hati.
Setelah purnama, dia pun memandang bayangan wajah sendiri.
Orang yang kuat adalah orang yang bisa menertawai dirinya sendiri. Di lain waktu, pernah dia tertawa pada bayangan itu. Tapi bayangan dalam genangan bergeming, tetap menatap nelangsa.
Kali ini dia kembali menertawai bayangan itu. Gadis dalam genangan pun tertawa terbahak-bahak. Ah, sepertinya semuanya baik-baik saja kali ini. Dia pun melanjutkan tawa dan irama ketukan high heels kembali menggema, makin lama makin lirih.
Dini hari
3.35.
Gadis yang tertinggal dalam genangan masih tertawa terbahak-bahak. Lalu seperti cermin yang pecah berkeping-keping, bayangan itu buyar dihempas hujan yang menderas.Â