Malam masih tabah saat wanita pemulung sampah itu mendorong gerobaknya lambat-lambat menyusuri koridor yang dibentuk dari tumpukan botol plastik.
Pintu rumah menyambut tapi periuk nasi belum beruntung malam ini, mungkin pagi besok saat sisa-sisa peradaban sudah ditukar dengan lembar-lembar Rupiah. Begitu juga dengan perut-perut yang minta diisi.
Di dalam kamar wanita itu mengusap-usap kartu tanda penduduk yang sudah nyaris jadi gambar monokrom. Baginya kartu itu adalah segalanya.
Sebaliknya, bagi petinggi departemen milik negara, kartu itu hanyalah statistik yang rigid. Jadi tidak apa-apa mengembat 10 ribu dari 300 ribu. "Masih ada 290 ribu, bukan?" tanyanya pada nurani yang jatuh ke dalam comberan.
---
kota daeng, 7 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H