Menatap tajam ke depan, pemuda bercelana kargo itu menenteng tablet berisi konten yang akan diunggah di channel Youtube seminggu ke depan. Dia juga fasih berbahasa Inggris, Jepang dan Jerman, karena bercita-cita pada suatu musim akan merengkuh dayung melewati dua tiga benua. Kamera mini tak pernah absen dari saku, siap mengabadikan setiap momen dan landscape yang tidak akan terulang untuk diunggah ke portal microstock.
Pada suatu senja, orang muda itu mampir di tepi sawah yang berwarna kuning teduh. Mungkin akan panen beberapa hari lagi. Tanda tanya yang di keningnya tidak perlu bertengger lama karena kakek pemilik sawah muncul dan mengajaknya minum kopi hitam yang siap saji dari dalam termos.
Mereka pun menjadi dua siluet yang dipisahkan rerumputan dan peradaban, larut dalam percakapan yang kaku karena berbeda generasi, tetapi cair karena mereka sama-sama penikmat kehidupan.
"Ajari aku cara menggunakan komputer untuk melihat dunia dan segala keunikannya," pinta sang kakek di ujung percakapan.
"Tentu. Tapi kakek juga harus mengajariku nilai-nilai kehidupan yang ada dalam setiap bulir padi ini," sahut orang muda.
Keduanya mengangguk dan bersalaman erat. Dua siluet kini menjadi satu. Mereka sama-sama penikmat kehidupan dengan caranya masing-masing.
---
kota daeng, hari sumpah pemuda 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H